REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) rampung memeriksa Wakil Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Andi Sudirman Sulaiman. Pemeriksaan terhadap Plt Gubernur Sulsel itu difokuskan pada proyek pengadaan yang dilaksanakan pemerintah provinsi (pemprov) Sulsel.
"Andi Sudirman Sulaiman didalami pengetahuan yang bersangkutan diantaranya mengenai tupoksi selaku Wakil Gubernur dan berbagai proyek pengadaan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Selasa (23/3).
Selain Andi, KPK juga memeriksa dua orang wiraswasta yakni Andi Gunawan dan Thiawudy Wikarso. Ali mengatakan, penyidik mengonfirmasi kepada Andi antara lain terkait berbagai proyek yang dikerjakan oleh saksi sebagai salah satu Kontraktor di Sulawesi Selatan.
"Sedangkan Thiawudy didalami pengetahuannya terkait dugaan adanya aliran sejumlah dana ke tersangka NA (Nurdin Abdullah)," katanya.
Selain ketiga saksi tersebut, penyidik KPK juga menjadwalkan pemeriksaan pihak wiraswasta lainnya, Petrus Yalim. Ali mengatakan, saksi tersebut mengonfirmasi tidak dapat hadir dan akan dilakukan pemanggilan ulang.
Seperti diketahui, Nurdin Abdullah ditetapkan tersangka bersama Sekretaris Dinas PUPR Provinsi Sulawesi Selatan Edy Rahmat. Politisi Partai berlogo kepala banteng moncong putih itu diyakini menerima suap dari Direktur PT Agung Perdana Bulukumba (APB) Agung Sucipto yang juga ditetapkan sebagai tersangka.
Dalam kasus ini, Nurdin diduga menerima suap dan gratifikasi dengan nilai total Rp 5,4 miliar terkait proyek di lingkungan Pemprov Sulsel. Duit Rp2 miliar diberikan dari Agung melalui Edy. Suap itu diberikan agar Agung dapat kembali menggarap proyek di Sulsel untuk tahun anggaran 2021.
Atas perbuatannya, Nurdin dan Edy dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Agung dikenakan dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.