REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Akses kredit bagi nelayan di Tanah Air dinilai masih tergolong rendah. Ketua DPP PKB Bidang Keuangan dan Perbankan Fathan Subchi menilai, dibutuhkan inovasi pembiayaan sehingga akses kredit bagi nelayan kian luas.
“Kehidupan nelayan kita sejauh ini masih cukup memprihatinkan. Sebagian besar dari mereka masih berada di bawah garis kemiskinan. Ironinya akses kredit kepada mereka juga sangat terbatas. Layanan perbankan masih memandang nelayan sebagai kelompok risiko tinggi,” ujar Fathan dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Rabu (24/3).
Dia mengungkapkan, minimnya akses kredit bagi nelayan dapat dilihat dari penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) 2020. Dari proporsi penyaluran KUR 2020, sektor perdagangan masih mendominasi dengan 42,8 persen. Disusul sektor pertanian 29,3 persen dan sektor jasa 15,1 persen.
“Sedangkan sektor perikanan hanya mendapatkan porsi KUR sebesar 1,9 persen atau sekitar Rp 3,8 triliun,” kata dia.
Minimnya akses kredit terhadap nelayan, kata Fathan, juga dapat dilihat dari proporsi penyaluran kredit dari lembaga perbankan. Berdasarkan data OJK, pada kuartal III 2020 penyaluran kredit dari perbankan masih didominiasi sektor perdagangan besar dan eceran serta sektor industri pengolahan dengan porsi masing-masing sebesar 17,01 persen dan 16,57 persen.
“Kalau sektor perikanan hanya bisa mengakses sekitar 0,28 persen dari total penyaluran kredit perbankan sebesar Rp 5.290 triliun,” katanya.
Ironinya, lanjut Fathan, berbagai skema kredit khusus nelayan yang digagas pemerintah juga belum bisa optimal. Program Jaring (Jangkau, Sinergi, dan Guidline) yang digagas OJK dan Kementerian Kelautan dan Perikanan sejak 2015 misalnya, meski menunjukkan tren positif tapi secara nominal penyaluran belum terlalu besar.
“Sedangkan Badan Layanan Umum Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (BLU-LPMUKP) di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan juga banyak dikeluhkan nelayan karena proses verifikasinya mirip lembaga layanan perbankan pada umumnya,” katanya.
Wakil Ketua Komisi XI DPR ini menilai pemerintah memerlukan inovasi pembiayaan agar akses kredit untuk nelayan kian luas. Menurutnya, nelayan sangat membutuhkan modal produksi untuk membeli kapal dan modal operasional untuk melaut.
Ketercukupan modal ini akan memberikan peluang bagi nelayan untuk meningkatkan potensi pendapatan. “Selain itu ketersediaan akses kredit dari pemerintah akan memutus rantai ketergantungan nelayan kepada para tengkulak yang kerap menyediakan kredit dengan bunga tinggi,” katanya.
Kendati demikian, kata Fathan, skema kredit dari pemerintah itu harus juga mengakomodasi fluktuasi pendapatan nelayan yang cukup tinggi. Skema kredit yang diberikan harus fleksibel dan adaptif terhadap kehidupan nelayan di lapangan.
“Pemerintah melalui OJK, BI, dan kementerian terkait bisa meningkatkan literasi perbankan bagi nelayan termasuk manajemen keuangan keluarga, manajemen produksi nelayan, hingga sikap hidup. Dengan demikian potensi peningkatan kesejahteraan bagi nelayan tidak sekadar mimpi tapi tahapan yang bisa direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari,” pungkasnya.