REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Teknologi Radioisotop dan Radiofarmaka (PTRR) Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) mendapatkan izin edar untuk produk radiofarmaka TB SCAN. Alat ini efektif digunakan sebagai diagnostik penyakit tuberculosis (TB) baik di dalam maupun di luar organ paru-paru.
"TB SCAN adalah produk radiofarmaka yang merupakan hasil pengembangan kolaborasi antara Batan dengan berbagai pihak, dan ini berguna untuk diagnosis TB baik di paru-paru maupun di luar paru-paru," kata Kepala Batan Anhar Riza Antariksawan, Rabu (24/3).
Kit ethambutol itu digunakan untuk mendeteksi infeksi yang disebabkan Mycobacterium tuberculosis di dalam dan di luar paru-paru jika ditandai dengan technetium-99m. Dengan dikeluarkannya izin edar tersebut, diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) nuklir khususnya di bidang kedokteran.
Kehadiran TB SCAN diharapkan bisa membantu pemerintah dalam menangani penyakit TB di Tanah Air. Diagnosis TB akan menjadi lebih efektif saat TB SCAN dipergunakan di rumah sakit.
"Tentu ini membuktikan bahwa produk iptek nuklir bisa bermanfaat bagi masyarakat," ujar Anhar.
Nomor izin edar untuk TB SCAN diperoleh pada 22 Februari 2021 dari BPOM. Anhar mengatakan TB SCAN merupakan produk radiofarmaka keenam yang sudah mendapat izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Tuberculosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan dapat menyerang berbagai organ tubuh, yang dapat mengakibatkan kematian. Radiofarmaka adalah senyawa kimia yang mengandung atom radioaktif dalam strukturnya dan digunakan untuk diagnosis atau terapi.
Batan bekerja sama dengan PT Kimia Farma untuk mendistribusikan TB SCAN dalam bentuk produk komersial. Sebanyak 845.000 penduduk Indonesia menderita TB pada 2018. Sedangkan 24.000 penduduk Indonesia sakit TB resistan obat pada 2018.Pada tahun yang sama, sebanyak 93.000 penduduk Indonesia meninggal karena TB. Sementara 85 persen keberhasilan pengobatan TB pada 2018.