REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ahli hukum pidana, Prof Mudzakir mengatakan, Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim) seharusnya tidak bisa melakukan sidang terhadap Habib Rizieq Shihab (HRS). Menurut dia, hal itu melanggar kompetensi relatif pengadilan yang hanya memiliki wewenang mengadili suatu perkara sesuai wilayah hukumnya.
"Iya enggak bisa, itu locus delicti. Kalau perkara yang di Petamburan seharusnya sidang di PN Jakpus, kalau yang di Megamendung harusnya PN Bogor,’’ ujar dia kepada Republika, Rabu (24/3).
Dia melanjutkan, persidangan HRS di PN Jaktim jika menilik pada locus delicti, maka tidak sah karena tidak memiliki wewenang berdasarkan kompetensi relatif pengadilan itu. Kendati demikian, Mudzakir menyebut PN Jaktim bisa saja mengadili yang bersangkutan selama ada alasan situasi darurat yang harus dilakukan di PN Jaktim.
Mudzakir mencontohkan, sidang kerumunan HRS di Petamburan yang seharusnya di Jakarta Pusat, bisa dipindah ke PN Jaktim jika ada bencana seperti banjir atau lainnya yang tidak memungkinkan sidang di PN Jakpus.
"Itu baru bisa dipindah ke pengadilan lain. Itu pun perlu ada surat namanya mutasi pindah," ungkap dia.
Hal serupa juga ditegaskan Munarman dalam sidang eksepsi HRS kemarin di PN Jaktim. Menurut Munarman, pihaknya menganggap bahwa PN Jaktim tidak sah dalam mengadili HRS perkara kerumunan karena berada di Megamendung dan Petamburan.
"Kita menganggap PN Jaktim itu tidak berwenang karena ini terjadi di Megamendung, bukan di (wilayah) PN Jakarta Timur,’’ jelas dia.
Keberatan lain yang disampaikan Munarman kemarin adalah menyoal Pasal 160 KUHP. Pasal itu, kata Munarman, tidak bisa diterapkan kepada pelanggaran protokol kesehatan. Terlebih, ketika perkara protokol kesehatan yang melibatkan HRS, disebutnya juga telah membayar denda.
"Tidak pernah ada orang di Indonesia yang melanggar prokes lalu membayar denda sebesar Rp 50 juta. Jadi kalau ini tetap diproses, ini nebis in idem namanya," jelas Munarman.