REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Aktivis Myanmar merencanakan lebih banyak protes antikudeta pada Rabu (24/3), termasuk pemogokan diam-diam dengan banyak bisnis untuk tutup dan seruan kepada orang-orang untuk tinggal di rumah.
Hal itu dilakukan setelah seorang anak perempuan berusia tujuh tahun tewas di rumahnya ketika pasukan keamanan melepaskan tembakan selama penumpasan di Mandalay. Para pengunjuk rasa pro-demokrasi juga mengadakan lebih banyak upacara lilin malam, termasuk di distrik ibu kota komersial Yangon dan di Thahton di Negara Bagian Mon.
Upacara lilin malam itu dilakukan setelah staf pada upacara pemakaman di Mandalay mengatakan kepada Reuters pada Selasa (23/3) bahwa seorang anak perempuan berusia tujuh tahun telah meninggal karena luka peluru, korban termuda sejauh ini dalam penumpasan terhadap oposisi yang menentang kudeta 1 Februari.
Tentara menembak ayahnya, tetapi mengenai gadis yang duduk di pangkuannya di dalam rumah mereka, kata saudara perempuannya kepada media Myanmar Now. Dua pria juga tewas di distrik itu, katanya. Pihak militer tidak segera mengomentari insiden tersebut.
Aktivis pro-demokrasi mengubah taktik dan berencana untuk mengadakan pemogokan diam-diam pada Rabu. "Tidak boleh keluar, toko tutup, tidak bekerja. Semua tutup. Hanya untuk satu hari," kata Nobel Aung, seorang ilustrator dan aktivis kepada Reuters.
Baca juga : Laporan: Penyelidik PBB Diancam Dibunuh oleh Pejabat Saudi
Unggahan di media sosial menunjukkan berbagai usaha mulai dari transportasi daring hingga apotek yang rencananya akan ditutup. Junta menghadapi kecaman internasional karena melakukan kudeta yang menghentikan transisi lambat Myanmar menuju demokrasi dan karena penindasan mematikan terhadap protes.