Rabu 24 Mar 2021 17:05 WIB

Ombudsman: Tunda Keputusan Impor Beras Lewat Rakortas

Keputusan impor beras harus berdasarkan pada data statistik valid dan mengacu EWS.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Agus Yulianto
Petugas Perum Bulog cabang Indramayu memeriksa stok beras impor di Gudang Bulog Tegalgirang, Bangodua, Indramayu, Jawa Barat, Selasa (23/3/2021). Stok beras impor 2018 dari Vietnam masih melimpah hingga mencapai 5.000 ton yang disebabkan belum seluruhnya tersalurkan sejak terhentinya program beras miskin (raskin) dan beralih ke program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).
Foto: Dedhez Anggara/ANTARA
Petugas Perum Bulog cabang Indramayu memeriksa stok beras impor di Gudang Bulog Tegalgirang, Bangodua, Indramayu, Jawa Barat, Selasa (23/3/2021). Stok beras impor 2018 dari Vietnam masih melimpah hingga mencapai 5.000 ton yang disebabkan belum seluruhnya tersalurkan sejak terhentinya program beras miskin (raskin) dan beralih ke program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ombudsman Republik Indonesia meminta Kementerian Koordinator Perekonomian untuk menggelar rapat koordinasi terbatas (rakortas) untuk menunda keputusan impor beras. Ombudsman menyatakan, keputusan impor beras harus berdasarkan pada data statistik yang valid serta mengacu pada data early warning system (EWS).

Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika, mengatakan, keputusan impor perlu ditunda sambil menunggu perkembangan realisasi data dari BPS. "Paling tidak sampai awal Mei 2021," kata Yeka dalam konferensi pers, Rabu (24/3).

Badan Pusat Statistik (BPS) memproyeksikan kenaikan produksi beras pada Januari-April 2021. Kenaikan tersebut didukung oleh naiknya produksi gabah karena luas panen yang berpotensi mengalami kenaikan dari tahun lalu.

Luas panen padi pada empat bulan pertama 2021 ini diperkirakan mencapai 4,86 juta hektare (ha). Luas tersebut naik 26,53 persen dari capaian luas panen Januari-April 2020 yang sebesar 3,84 juta ha.

Dari potensi kenaikan luas panen itu, setidaknya diproyeksikan kenaikan produksi gabah kering giling (GKG) sebesar 26,68 persen dari 19,99 juta ton tahun lalu menjadi 25,37 ton tahun ini. Dari proyeksi itu, produksi beras bisa mencapai 14,54 juta ton. Angka itu naik 26,84 persen dari produksi Januari-April 2020 sebesar 11,46 juta ton.

Yeka mengatakan, sembari impor beras belum dilakukan, Ombudsman mengimbau agar pedagang tidak berspekulasi terhadap harga. Saat ini, petani padi tengah foksu dalam masa panen raya sehingga perlu adanya iklim yang kondusif di dalam negeri.

"Kita menunggu sampai musim panen (selesai) jangan ada spekulasi karena pemerintah bisa sewaktu-waktu mengambil keputusan alternatif," kata dia.

Dia menambahkan, keputusan rencana impor beras yang dilakukan sebelumnya juga berpotensi maladministrasi. Pasalnya berdasarkan data BPS yang ada, secara jelas dapat dipahami bahwa saat ini belum perlu tambahan impor beras.

"Kami akan dalami bagaimana sebetulnya mekanisme rakortas (rapat koordinasi terbatas) dalam penentuan impor beras ini," kata Yeka. Ia menegaskan, adanya potensi maldaministrasi lantara berbagai indikator data yang tersedia tidak menunjukkan perlunya dilakukan impor beras.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement