REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS) membantah tuduhan yang dialamatkan kepada perseroan terkait penyelundupan baja dari China. Sebelumnya, Anggota Komisi VII DPR RI Muhammad Nasir menyebut, KRAS melakukan penyelundupan baja dan telah merugikan negara hingga Rp 10 triliun.
Tuduhan tersebut disampaikan Nasir dalam kegiatan Rapat Dengar Pendapat (RDP) DPR RI terkait dukungan pemerintah terhadap Krakatau Steel dalam menurunkan harga gas industri menjadi 6 dolar AS per MMBTU hari ini (24/3).
“Kami membantah hal tersebut secara langsung di RDP. Selama saya menjabat 2,5 tahun, Krakatau Steel tidak pernah melakukan seperti yang dituduhkan,” tegas Direktur Utama KRAS Silmy Karim melalui keterangan pers, Rabu (24/3).
Menurut Silmy, pihaknya justru sangat mengecam derasnya produk baja impor dari China masuk ke Indonesia. Perseroan terus berupaya agar industri baja Indonesia mendapatkan dukungan dan proteksi dari pemerintah.
Sebagai perusahaan BUMN, Silmy menegaskan, KRAS harus mengedepankan prinsip transparan dan mengusung Good Corporate Governance. KRAS pun gencar untuk membuktikan adanya kecurangan-kecurangan dalam proses masuknya baja impor ke Indonesia.
Silmy mengatakan, tuduhan tersebut sangat tidak logis dilayangkan ke Krakatau Steel yang sejak dulu selalu memerangi unfair trade untuk baja impor khususnya dari China. Silmy memastikan, tidak pernah ada produk finished goods (barang jadi) maupun produk baja dari China yang dicap Krakatau Steel.
"Jika ada hal seperti itu saya mendukung untuk pengusutan sampai tuntas karena berarti ada pemalsuan dan mencoreng nama baik Krakatau Steel," tegas Silmy.
Krakatau Steel akan menindaklanjuti tuduhan ini dan terus melakukan pengecekan terkait hal tersebut. "Kami berharap hal ini dapat ditindaklanjuti dan kami akan bersikap kooperatif jika ada penyelidikan lebih lanjut oleh pihak berwajib dalam menemukan kebenaran," pungkas Silmy.