REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah meyakini defisit anggaran sebesar tiga persen dari produk domestik bruto (PDB) bisa dicapai pada 2023. Hal ini sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 yang membolehkan pelebaran defisit selama tiga tahun saja.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pada tahun ini pemerintah menargetkan defisit APBN sebesar 5,7 persen dari PDB. Angka ini lebih rendah dari realisasi defisit APBN pada tahun lalu sebesar 6,09 persen.
“Pada 2022 defisit anggaran akan lebih rendah dari tahun ini, sehingga ini menunjukan adanya konsolidasi untuk membuat perubahan yang mulus untuk kembali ke disiplin defisit tiga persen pada 2023," ujarnya saat Diskusi Panel Bloomberg Emerging + Frontier Forum 2021 First Series, Rabu (24/3)
Menurutnya perekonomian tahun ini sudah mulai berjalan baik, sehingga tidak lagi tergantung pada belanja pemerintah sebagaimana tahun lalu. Maka itu, beban APBN untuk mendorong ekonomi akan semakin berkurang sehingga defisitnya bisa ditekan.
“Pada 2020 kita satu-satunya mesin yang melakukan pekerjaan karena APBN bekerja sangat keras. Saat ini mesin (perekonomian) sudah mulai bergerak tapi pemerintah tidak langsung menghentikan mesinnya tapi dilakukan perlahan pada 2021 dan 2022," ungkapnya.
Sri Mulyani menyebut rancangan APBN akan diserahkan kepada DPR pada Oktober mendatang. Maka sisa waktu yang masih dimiliki, pemerintah akan memperhatikan perkembangan berbagai hal yang bisa mempengaruhi penyusunan APBN.
"Dalam jangka menengah kita akan melihat bagaimana mendorong penerimaan baik dari pajak dan bukan pajak. Sedangkan sisi belanja kita akan melakukan efisiensi, sehingga pemerintah bisa menggunakan belanja untuk banyak hal lain. Banyak kesempatan yang bisa dilihat dari sisi belanja dan penerimaan," ucapnya.