REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Ustadz Yusuf Suharto*
Istighasah adalah di antara tradisi yang mengemuka dalam masyarakat Islam Nusantara. Dalam urutan bacaannya yang saat ini berkembang, banyak yang mengacu pada istighastah yang disusun oleh Kiai Romly Tamim, mursyid Tarekat Qadiriyyah wan Naqsyabandiyah Pesantren Rejoso Jombang Jawa Timur, tanpa menafikan variasi lain yang juga berkembang.
Bahkan menilik arti pentingnya, istighasah ini kemudian disyarahi oleh Kiai Mustain Romly, putra Kiai Romli, yang menggantikan kemursyidan Kiai Romli dengan kitab berjudul Ar-Risalah Al-Khawasiyah.
Istighasah adalah pola istif'al dari kata al-ghauts yang berarti pertolongan. Di antara makna wazan atau pola istif'al adalah menunjukkan makna thalab (permohonan atau permintaan) sehingga artinya adalah thalab al-ghauts (memohon atau meminta pertolongan). Dengan demikian, definisi kaprah dari istighastah adalah:
طَلَبُ الغَوْثِ عِنْدَ الشِّدَّةِ وَالضِّيْقِ Artinya,“Memohon atau meminta pertolongan ketika dalam keadaan sukar dan sulit.” Di antara doa istighasah yang kerap dibaca Rasulullah adalah:
كَان النّبي إذا كَربه أمرٌ قال: يا حيُّ يا قيّوم بِرحْمتِك اسْتغيْثُ Artinya, "Rasulullah itu jika menemukan kesulitan berdoa,’Wahai Allah Zat Yang Maha Hidup, Wahai Zat Yang Mahamengurus segala sesuatu, dengan rahmat-Mu aku memohon pertolongan." (Hadits Riwayat At-Tirmidzi dan Al-Bazzar).
Bacaan yang kita kenal dalam istighasah itu adalah al-asma'ul husna, istighfar, shalawat, takbir, tahlil, hawqalah, dan lain-lain kalimat yang baik dan indah.
Pertanyaannya kemudian adalah bagaimana hukumnya jika kita istighasah kepada sesama makhluk Allah?
Beristighasah kepada selain Allah SWT hukumnya boleh, dengan meyakini bahwa makhluk yang dimintai pertolongan adalah sekadar sebab atau antaran.
Jadi meskipun sesungguhnya pertolongan itu datangnya dari Allah...