REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT—Pemerintah Suriah akan mengirim pasokan oksigen darurat ke negara tetangga Lebanon, yang telah mengalami lonjakan infeksi Covid-19. Tindakan itu dilakukan ketika sektor perawatan kesehatan di negara-negara tetangga menghadapi tantangan serius yang diperparah oleh pandemi dan kesengsaraan ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Menteri Kesehatan Lebanon Hamad Hassan mengatakan bahwa bantuan itu adalah hadiah langsung dari Presiden Suriah Bashar Assad, yang menanggapi permintaan kemanusiaan Lebanon untuk oksigen. Meski di sisi lain, infrastruktur kesehatan Suriah juga telah hancur akibat perang selama satu dekade, membuatnya terus bergantung pada bantuan negara lain, ditambah pemerintahan Assad yang tengah dijatuhkan sanksi Barat.
Adapun keputusan Suriah untuk membantu Lebanon diprakarsai kebuntuan politik di antara kelompok-kelompok saingan yang terpecah belah atas Suriah. Hassan bersekutu dengan kelompok Hizbullah yang didukung Iran, yang telah menjadi pendukung utama Assad.
Menteri Kesehatan Suriah Hassan Ghabbash mengatakan jumlah tabung oksigen yang akan dikirim ke Lebanon, yang dilaporkan sebesar 75 ton, dan tidak akan memengaruhi kebutuhan di Suriah, katanya. Menteri Kesehatan Lebanon Hassan mengatakan pasokan dari Suriah akan mencegah hilangnya "ribuan nyawa.
“Saat ini ada seribu pasien di Lebanon yang menggunakan ventilator. Jumlah oksigen yang kami miliki cukup untuk hari ini, ”kata Hassan yang dikutip di Arab News, Kamis (25/3).
Sementara itu, Pejabat Organisasi Kesehatan Dunia mengatakan tempat tidur rumah sakit di Damaskus telah mencapai kapasitas maksimum, dan kasus infeksi berada pada titik tertinggi di tengah kurangnya kemampuan pengujian. Suriah telah mencatat lebih dari 17.000 infeksi dan 1.175 kematian. Negara ini berada dalam krisis ekonomi yang parah, dengan lebih dari 80 persen penduduknya hidup dalam kemiskinan.
Sedangkan Lebanon telah berjuang dengan lonjakan infeksi sejak awal 2021 dan penguncian selama berminggu-minggu, yang hanya menurunkan sedikit dari lonjakan infeksi yang terjadi. WHO mengatakan tempat tidur unit perawatan intensif, lebih dari 85 persen, telah penuh, meski negara itu hanya berpenduduk 6 juta orang, termasuk lebih dari 1 juta pengungsi Suriah.