REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah akan merevisi peraturan menteri keuangan (PMK) Nomor 71/PMK.08/2020 tentang Tata Cara Penjaminan Pemerintah Melalui Badan Usaha Penjaminan yang Ditunjuk dalam Rangka Pelaksanaan program Pemulihan Ekonomi Nasional. Adapun revisi ini untuk mendorong penyaluran kredit melalui program penjaminan penjaminan pemerintah.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan lewat revisi itu maka industri bisa lebih leluasa melakukan akses kepada pembiayaan. Sebab pemerintah melihat kredit belum mengalir secara maksimal, padahal berbagai upaya relaksasi sudah dilakukan.
“Kami pun sekarang sedang akan sempurnakan lagi karena kami melihat kebutuhan industri berbeda-beda, jadi mungkin dalam waktu beberapa saat lagi kami akan melakukan revisi PMK,” ujarnya saat acara Temu Stakeholder untuk Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional secara virtual, Kamis (25/3).
Menurutnya revisi tersebut bertujuan agar perbankan juga berani menyalurkan pinjaman dengan suku bunga yang rasional, sehingga mampu menggerakkan ekonomi. Sri Mulyani juga menjelaskan penyaluran kredit perlu didorong lantaran selama ini APBN masih menjadi instrumen dominan untuk mendorong perekonomian.
“Tentu tidak bisa selamanya, harus mulai didukung oleh kegiatan masyarakat tapi tidak timbulkan risiko Covid. Jadi, bisa mulai gerak melakukan konsumsi tapi tetap aman terhadap Covid-19,” ucapnya.
Sementara Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo kembali meminta perbankan untuk menurunkan tingkat suku bunga kredit. Bank sentral telah memangkas suku bunga acuan bahkan sampai ke level terendah sepanjang sejarah yakni kisaran tiga persen sampai 3,5 persen.
Baca juga : BRI Bagikan Dividen Rp 12 Triliun
Menurutnya ajakan penurunan suku bunga kredit itu baru direspons oleh bank-bank himpunan bank milik negara (Himbara) dan satu bank swasta, yakni PT Bank Central Asia Tbk (BCA).
“Diharapkan bank lain mengikuti langkah bank Himbara dan BCA, sudah secara agresif turunkan suku bunga dasar kredit,” ucapnya.