Kamis 25 Mar 2021 16:54 WIB

Jokowi Teken Aturan Pelarangan Perdagangan Organ Tubuh

Transplantasi organ tubuh harus diperoleh dari pendonor secara sukarela.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nidia Zuraya
Cangkok organ tubuh (ilustrasi).
Foto: meetdoctor.com
Cangkok organ tubuh (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani aturan yang berisi larangan jual beli organ tubuh. Poin tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2021 tentang Transplantasi Organ dan Jaringan Tubuh yang ditandangani Presiden Jokowi pada 4 Maret 2021. 

Pasal 3 beleid tersebut menyebutkan, transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk dikomersialkan. Organ atau jaringan tubuh yang dimaksud pun harus diperoleh dari pendonor secara sukarela. 

Baca Juga

"Organ dan/atau jaringan tubuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang diperjualbelikan dengan dalih apa pun," bunyi Pasal 3 ayat (3) dalam PP Nomor 53 Tahun 2021 tersebut. 

Larangan jual beli organ atau jaringan tubuh ini kembali dipertegas dalam pasal 15 yang menyebutkan bahwa salah satu opsi persyaratan untuk terdaftar sebagai calon resipien alias penerima donor adalah bersedia membayar paket biaya transplantasi organ, baik secara mandiri maupun melalui asuransi penjaminnya. 

"Bersedia tidak melakukan pembelian organ maupun melakukan perjanjian dengan calon pendonor yang bermakna jual beli atau pemberian imbalan," bunyi pasal 15 ayat (1). 

Namun, dalam pasal 15 ayat (3) pun dijelaskan pula bahwa apabila resipien alias penerima donor tidak mampu membayar paket biaya transplantasi organ, maka diberikan bantuan sesuai dengan mekanisme jaminan kesehatan nasional penerima bantuan iuran. 

Lalu, pada pasal 27 beleid tersebut juga diatur mengenai sumber pendanaan transplantasi organ dan jaringan tubuh. Ada tiga sumber yang disebutkan, yakni APBN, APBD, dan/atau sumber lain yang tidak mengingat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

Tindakan transplantasi organ ini kemudian dijelaskan pada pasal 5, hanya bisa dilakukan di rumah sakit yang ditetapkan oleh menteri. Kemudian, pada Pasal 6 disebutkan, pendonor transplantasi organ terdiri dari pendonor hidup atau pendonor mati batang otak atau mati otak. 

Pendonor tersebut, disebut dalam pasal 7, bisa berasal dari pendonor yang memiliki hubungan darah atau suami/istri atau pendonor yang tidak memiliki hubungan darah dari resipien.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement