Jumat 26 Mar 2021 00:42 WIB

Ini Potensi Masalah Saat Pemungutan Ulang Menurut Bawaslu

Ada 15 daerah yang akan menggelar pemungutan suara ulang berdasarkan putusan MK.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Andri Saubani
Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Ratna Dewi Pettalo.
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Ratna Dewi Pettalo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Ratna Dewi Pettalolo mengungkapkan potensi masalah yang terjadi dalam pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada 2020. Ada 15 daerah yang akan menggelar PSU berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap 16 permohonan perselisihan hasil pemilihan (PHP).

"Kampanye sudah selesai, tetapi, kegiatan yang sejenis dengan kampanye harus diperjelas dari sejak sidang PHP sampai pelaksanaan PSU," ujar Dewi dikutip situs resmi Bawaslu RI, Kamis (25/3).

Baca Juga

Dia mencontohkan, potensi pejawat atau salah satu calon memberikan bantuan yang bertujuan mengarahkan pemilih untuk memilih calon tertentu. Dalam tahapan pemilihan, kegiatan itu bernama kampanye, tetapi Undang-Undang tidak menyebut kegiatan serupa dengan rentang waktu persidangan perselisihan hasil pemilihan sampai dilaksanakannya PSU.

"Ini wilayah abu-bau. Bawaslu akan berusaha mengkaji kegiatan itu melanggar aturan kampanye atau tidak," kata Dewi.

Padahal, menurut dia, dugaan pelanggaraan pemilihan sering terjadi pada tahapan kampanye, sedangkan Undang-Undang tidak memberikan aturan terkait potensi kegiatan kampanye menjelang PSU. Tidak ada aturan kampanye setelah pemungutan dan penghitungan suara pada 9 Desember 2020.

Sementara itu, KPU menggelar rapat dengan KPU daerah yang diperintahkan melakulan PSU untuk berkoordinasi dan konsolidasi. Kemudian memahami secara detail isi putusan MK serta memastikan kesiapan pelaksanaan PSU secara adil, transparan dan profesional.

"MK sudah memerintahkan dan kita wajib melaksanakannya, termasuk perintah penggantian badan ad hoc di beberapa daerah yang PSU," ujar Pelaksana tugas Ketua KPU RI Ilham Saputra dalam keterangan tertulisnya.

Terkait badan ad hoc dalam PSU, anggota KPU RI Pramono Ubaid Tanthowi menyarankan, bagi kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) yang dituduh dalam dugaan pemalsuan tanda tangan. Meskipun belum tentu terbukti bersalah, sebaiknya tetap diganti.

Sebab, hal tersebut menjadi bagian dari kehati-hatian dan meminimalisasi permasalahan. Perekrutan badan ad hoc baru juga perlu diperhatikan dan dilakukan bimbingan teknis (bimtek) dengan baik, sehingga tidak ada persoalan sengketa setelah PSU.

Anggota KPU RI, Hasyim Asy’ari juga menekankan batas waktu pelaksanaan PSU, ada yang 30 hari, 45 hari, 60 hari, dan 90 hari kerja setelah putusan diucapkan MK. Dia mengingatkan terkait batas waktu ini boleh dilaksanakan sebelum berakhir, tetapi tidak boleh melebihinya.

"Penting juga diperhatikan saat rekrutmen badan ad hoc yang baru, apakah yang bersangkutan bersedia, apakah masih memenuhi persyaratan dan proses rekrutmen harus mengikuti protokol Covid-19 seperti harus di bawah 50 tahun dan melalui tes rapid antigen," kata Hasyim.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement