REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia memiliki potensi besar mengembangkan pariwisata halal. Yakni wisata ramah alam dan kesehatan yang universal, sehingga dapat menjadi pilihan khususnya wisatawan muslim di tengah pandemi Covid-19.
"Pariwisata halal itu adalah ekosistem pariwisata ramah muslim (muslim friendly), dengan pelayanan prima (service of exellence) dan mengusung nilai-nilai etika (ethical values),"ujar Asisten Staf Khusus Wakil Presiden Guntur Subagja Mahardika di Jakarta, Kamis (25/3).
Saat menjadi pembicara pada Forum Dialog Wisata Halal bertajuk "Banten Menuju Destinasi Wisata Halal Dunia", dia menyatakan di tengah pandemi Covid-19, industri pariwisata adalah sektor yang paling terpukul. Data BPS menunjukkan penurunan kunjungan wisatawan mencapai 73,60 persen, dari 16,1 juta pada 2019 menjadi 3,8 juta wisatawan pada 2020.
"Kini diharapkan industri pariwisata dapat menjadi penggerak pemulihan ekonomi nasional karena memiliki multiflier effect yang tinggi," kata Guntur melalui keterangan tertulis. Salah satunya, lanjutnya, mengembangkan pariwisata halal dapat menjadi alternatif pilihan karena secara substansial mengusung aspek kesehatan, kebersihan, dan ramah lingkungan.
Guntur menuturkan sejak sebelum pandemi, kunjungan wisatawan muslim ke Indonesia baru sekitar tiga juta orang, 20 persen dari jumlah keseluruhan wisatawan. Menurut dia, jumlah wisatawan muslim tersebut lebih rendah dari yang berkunjung ke Singapura, Malaysia, dan Thailand yang mencapai 4-6 juta wisatawan. Pasar pariwisata muslim, tambahnya, cukup besar. Dengan populasi penduduk muslim dunia sekitar 1,8 miliar jiwa, belanja muslim mencapai 2,2 triliun dolar AS.
"Belanja muslim dunia terus tumbuh rata-rata 5,2 persen per tahun, pasar yang harus ditangkap Indonesia," tuturnya.