REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Pandemi Covid-19 ditengarai memperbanyak angka putus sekolah di Kota Bogor. Dewan Pendidikan Kota Bogor pun memberikan rekomendasi kepada Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bogor untuk mendata angka putus sekolah.
Ketua Dewan Pendidikan Kota Bogor, Deddy D Karyadi menyarankan, Disdik Kota Bogor hendaknya membuat pemetaan mengenai masalah yang terjadi di lapangan, salah satunya siswa yang mengalami putus sekolah. Menurut dia, penanganan masalah itu perlu langkah sistematis, integratif, dan koordinatif.
Dia mengatakan, Disdik Kota Bogor hendaknya berkoordinasi dengan pemerintah kecamatan, kelurahan, bahkan RT-RW untuk mendapatkan data ril di lapangan. "Dipetakan dengan data. Kerja sama dengan kelurahan, Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil, Dinas Sosial, nanti kan ketahuan masalahnya apa. Baru dicari jalan keluarnya apa," kata Deddy kepada Republika, Kamis (25/3).
Deddy juga menyarankan Disdik Kota Bogor agar melakukan mapping atau pemetaan. Dengan pendataan di lapangan, sambung dia, nanti terungkap wilayah mana yang menyumbang angka tertinggi putus sekolah.
Menurut dia, ada informasi jika alasan orang tua tak menyekolahkan anaknya bukan karena tak mampu membiayayi, atau bukan pula alasan kurangnya sekolah. "Tapi ada anak-anak yang ikut bantu kerja, bantu usaha orang tuanya. Ada juga yang orang tuanya menganggap anaknya cukup bisa baca tulis, selesai," ujar Deddy.
Meski begitu, Deddy tidak memungkiri, angka putus sekolah di tingkah menengah juga karena jumlah SMP di Kota Bogor masih kurang. Dia mencatat, jumlah SMP negeri di Kota Bogor hanya 20 sekolah. Angka itu tidak sebanding dengan jumlah SD negeri yang mencapai 200 sekolah. Kondisi itu menyebabkan terjadinya bottle neck.
"Iya itu sangat besar kemungkinannya kalau angka putus sekolah di tingkat SMP, korelasi dengan jumlah SMP negeri tidak berimbang. Jadi penanganannya kalau yang masalah itu tentunya Disdik harus segera membuat roadmap ke depan, penambahan daya tampung sekolah," jelas Deddy.
Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto sempat menyampaikan masalah angka putus sekolah saat rapat bersama Dewan Pendidikan Kota Bogor, beberapa waktu lalu. Bima menekankan kepada seluruh pihak, mulai Dewan Pendidikan, Disdik Kota Bogor, dan pemangku kepentingan untuk fokus meningkatkan angka lama sekolah.
"Fenomena putus sekolah merupakan masalah yang harus segera diselesaikan melalui kolaborasi seluruh pihak. Jemput bola, tidak hanya mengandalkan data tertulis," kata politikus PAN itu.
Dia menyebut, fenomena putus sekolah harus menjadi perhatian seluruh pihak. Pasalnya, hal tersebut terkait dengan kualitas lembaga paling dasar. "Karena fenomena putus sekolah melibatkan banyak hal terkait dengan kualitas lembaga paling dasar dari masyarakat, keluarga," ucap Bima.
Sekretaris Disdik Kota Bogor, Dani Rahadian memaparkan, sejak Oktober 2020 hingga saat ini, lembaganya mencatat ada 514 kasus putus sekolah. Dani memerinci, angka putus sekolah paling tinggi berada pada tingkat SMP sederajat, yakni 236 siswa. Sementara, angka putus sekolah tingkat SD sederajat mencapai angka 178 siswa, dan 100 siswa SMA sederajat putus sekolah.
"Dari enam kecamatan se-Kota Bogor, angka putus sekolah paling tinggi terjadi di Kecamatan Bogor Selatan, yaitu di angka 170 kasus. Dengan 72 kasus di tingkat SD, 87 kasus di tingkat SMP, dan 11 kasus di tingkat SMA," ucap Dani.
Adapun Kecamatan Tanah Sareal menduduki peringkat kedua dengan total 107 kasus putus sekolah. Berikutnya, Kecamatan Bogor Barat sebanyak 99 kasus, Kecamatan Bogor Tengah 70 kasus, dan Kecamatan Bogor Utara sebanyak 55 kasus. "Angka putus sekolah paling sedikit di Kecamatan Bogor Timur, sebanyak 13 kasus," kata Dani.