Pacing & Leading
Red: Fernan Rahadi
Jamuan makan malam bersama (Ilustrasi) | Foto: Yahoo
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Erik Hadi Saputra (Kaprodi Ilmu Komunikasi dan Direktur Kehumasan & Urusan Internasional, Universitas AMIKOM Yogyakarta)
Pembaca yang kreatif, pikiran, tubuh, dan emosi berada dalam sistem yang sama dan saling berhubungan. Ketika Anda bertemu dengan rekan bisnis dan berusaha meyakinkannya, maka dalam komunikasi persuasif, ini bukan persoalan apa yang anda lakukan. Ini lebih menekankan bagaimana cara Anda melakukannya.
Hasil didapatkan dari apa yang sudah Anda lakukan, bukan dari rencana dan keinginan Anda saja. Strategi pertama adalah masuk pada dunianya (mitra Anda) dengan menyelami setiap pribadinya dan berusaha memahami kondisinya.
Kenyamanan yang dirasakan itu akan mempermudah bagi kita untuk menguatkan pesan yang sudah direncanakan. Contoh yang banyak dilakukan pemimpin dunia adalah menyamakan gerak-gerik tubuh, ekspresi wajah, intonasi suara, bahkan sampai irama tarikan nafas.
Strategi kedua, pada saat berbicara dengan klien, berlatihlah menjadi pendengar yang aktif. Responslah pernyataan yang keluar dengan menyesuaikan gerakannya tanpa terlihat oleh klien Anda. Tambahkan kalimat setuju untuk menyambung pembicaraan. Anda perlu membangun keterikatan dengan topik yang disukai.
Kalau dalam perkuliahan, ketika saya mengungkit cinta dan drama Korea, entah kenapa mahasiswa sangat merespons dan bahkan membuat teman-teman satu kelasnya 'baper' (bawa perasaan-Red). Begitu pacing berhasil Anda mulai masuk dalam tahapan leading, dari satu tahap hingga ke tahap akhir (menguasai).
Leading berarti memimpin atau mengarahkan setelah proses pacing Anda lakukan. Keberhasilan komunikasi yang efektif terletak pada sejauh mana keberhasilan Anda dalam melakukan pacing. Ketika klien semakin nyaman berbicara dengan Anda, maka anda harus menyiapkan diri pada kondisi leading terus. Mulai satu kali, dua kali, tiga bahkan sampai Anda memegang peranan dalam pembicaraan.
Strategi ketiga yang Anda lakukan adalah menyamakan pesanan. Jika Anda diundang ke satu restoran atau kafe tempat pertemuan anda dengan klien, saya menyarankan, pesanlah makanan, minuman yang sama atau seolah serupa. Misal klien anda memesan nasi goreng dan teh panas, samakan saja menunya.
Anda sendiri pasti paham, jika Anda mentraktir seseorang makan-makan di mana Anda memesan mi goreng dan es teh. Nah, teman yang Anda traktir tadi memesan sop buntut dan es campur. Kata mahasiswa, ini namanya "melunjak" hehe.
Ketika menu pesanan sama maka akan memunculkan pembicaraan akrab yang bisa dimulai dari makanan tadi. Lain halnya kalau Anda mengajak guru, mentor, atau senior Anda atau orang yang Anda kagumi, terserah beliau sajalah mau pesan apa. Jika seseorang itu adalah figur maka tidak akan ada persoalan apa pun, dikarenakan figur adalah sosok yang dipercaya.
Pernah sahabat saya, Kabag Humas RSPAU Letkol Agung Riyadi berbagi penguatan keprotokolan institusi. Ada hal yang begitu menggelitik ketika staf mendampingi pejabat atau tamu VIP makan. Staf diminta untuk menahan diri agar makanan dan minuman yang dipesan disamakan bahkan kalau boleh harganya di bawahnya pesanan tamu. Staf mulai berpikir bagaimana jika tamunya cuma pesan air mineral atau teh tawar saja? Canda tawa pun bermunculan.
Kemampuan berkomunikasi sangat diperlukan dalam kondisi begini. Jika Anda ingin tamu memesan minuman seperti yang Anda inginkan, maka referensikan minuman itu sebelum tamu menyampaikan pesanannya.
Contoh seperti ini: "Es teler di restoran ini sangat spesial, Bapak. Banyak tamu yang menyukainya. Kalau Bapak mencobanya mesti terkesan dengan rasanya. Nah kalau tamu menganggukkan kepalanya atau muncul isyarat setuju, maka Anda tinggal sampaikan ke pelayanan "Pesan dua ya kak" Selamat, Anda lebih cerdas. Hehe
Semoga menginspirasi bagi anda yang biasa dan akan menemani tamu di rumah makan. Sehat dan sukses selalu.