Jumat 26 Mar 2021 07:48 WIB

Pemerintah Diminta Intervensi Terhadap Industri Maritim

Sebagian besar dari 32 kapal terdaftar saat ini berusia tua.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Friska Yolandha
Sejumlah pekerja memproduksi kapal di sentra industri galangan kapal di Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Selasa (6/10). Kementerian Perhubungan mencatat pada 2019 Indonesia memiliki sekitar 32.587 kapal yang terdaftar secara resmi tetapi sebagian besar kapal tersebut sudah berusia tua.
Foto: Antara/Harviyan Perdana Putra
Sejumlah pekerja memproduksi kapal di sentra industri galangan kapal di Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Selasa (6/10). Kementerian Perhubungan mencatat pada 2019 Indonesia memiliki sekitar 32.587 kapal yang terdaftar secara resmi tetapi sebagian besar kapal tersebut sudah berusia tua.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perhubungan mencatat pada 2019 Indonesia memiliki sekitar 32.587 kapal yang terdaftar secara resmi tetapi sebagian besar kapal tersebut sudah berusia tua. Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Transportasi Laut dan SDP Gunung Hutapea mengatakan pemerintah perlu melakukan intervensi dalam menghadapi tantangan perbaikan dan peremajaan 

"Harus ada intervensi dari pemerintah terhadap industri maritim dalam pemberian soft loan kepada galangan kapal," kata Gunung dalam pernyataan tertulisnya, Kamis (25/3). 

Baca Juga

Selain itu menurutnya juga perlu diberikan kemudahan investasi, pengembangan digitalisasi industri galangan kapal, dan sharing knowledge secara global. Dia menmbahkan, pembngunan kapal bersama dengan galangan internasional.

“Berdasarkan strategi tersebut, kebutuhan kapasitas dan kapabilitas industri strategis khususnya galangan kapal termasuk komponen dalam negeri harus ditingkatkan,” tutur Gunung.

Dia menegaskan, industri kapal merupakan industri padat karya, padat teknologi, dan padat modal serta tingkat pengembalian yang rendah. Untuk itu, menurutnya dibutuhkan pembiayaan investasi yang mendukung poros maritim secara global.

Staf Khusus Ekonomi dan Investasi Transportasi Kementerian Perhubungan Wihana Kirana Jaya mengatakan, seluruh stakeholder perkapalan harus duduk bersama, dan melakukan clearing house. Hal tersebut nenurut Wihana, agar koordinasi antar para pelaku baik operator, industri perkapalan, dan regulator harus terbangun dengan benar agar tidak terjadi asimetrik informasi sehingga memunculkan perilaku yang tidak efisien. 

“Kita harus melakukan yang Namanya clearing house, bagaimana meng-clear-kan bottle necking ekosistem yang sebut makro sejak dulu,” ujar Wihana.

Wihana menegaskan bahwa seluruh kementerian atau Lembaga harus berkoordinasi dengan benar agar tercipta efisiensi. Wihana mengatakan, seluruh komponen tersebut msuk melalui Kementerian Perindustrian dan agar terciptanya efisiensi harus ada koordinasi intens antar kementerian dan kelembagaan. 

Pada 2020, biaya logistik di Indonesia tercatat sebagai yang termahal di Asia. Sementara kinerja logistik Indonesia menduduki peringkat ke-46. Dari data tersebut menunjukan bahwa sistem logistik di Indonesia perlu dibenahi. 

"Oleh karena itu, ketersediaan armada kapal dengan umur teknis yang efektif dan keringanan dari sisi bea masuk material dan komponen sangat diperlukan agar menjadi stimulus yang mampu menurunkan biaya operasional kapal yang berujung pada menurunnya biaya logistik nasional Indonesia," ungkap Wihana.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement