REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Dunia menyatakan penurunan perekonomian yang disebabkan oleh pandemi Covid-19 telah menghambat penurunan angka kemiskinan dan meningkatkan ketidaksetaraan.
Wakil Presiden Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik Victoria Kwakwa mengatakan angka kemiskinan di kawasan Asia Timur dan Pasifik pada 2020 berhenti menurun, diperkirakan 32 juta penduduk gagal keluar dari kemiskinan dengan garis kemiskinan pada 5,5 dollar AS per hari akibat pandemi.
“Ketika negara-negara mulai bangkit pada 2021 mereka harus segera mengambil tindakan untuk melindungi penduduk yang rentan serta memastikan terjadi pemulihan yang inklusif, ramah lingkungan, dan berketahanan,” seperti dikutip dari laporan Bank Dunia Edisi April 2021 berjudul Pemulihan Belum Merata, Jumat (26/3).
Bank Dunia menyebut pandemi dan pembatasan mobilitas menyebabkan peningkatan ketidaksetaraan termasuk dalam akses terhadap berbagai layanan sosial dan teknologi digital. Hal itu dibuktikan di beberapa negara yaitu anak-anak pada kelompok dua per lima rumah tangga termiskin memiliki 20 persen peluang lebih kecil untuk terlibat kegiatan belajar dibandingkan anak-anak pada seperlima rumah tangga terkaya.
Kemudian perempuan juga mengalami kekerasan dalam rumah tangga lebih parah dibandingkan sebelumnya yang dibuktikan dengan 35 persen dari responden di Laos dan 83 persen responden di Indonesia mengatakan tingkat kekerasan memburuk akibat Covid-19.
Sementara Chief Economist Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik Aaditya Mattoo menambahkan negara di kawasan Asia Timur dan Pasifik yang bantuannya masih lebih kecil dibandingkan dengan jumlah penghasilan masyarakat yang hilang, sehingga stimulus belum dapat sepenuhnya mengatasi kekurangan permintaan.
“Saat ini kita semua membutuhkan kerja sama internasional lebih dari sebelumnya, untuk mengendalikan penyakit, mendukung perekonomian, dan menghijaukan proses pemulihan,” ucapnya.