REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Ketika sebuah bangsa mengenal sebuah revolusi, sebenarnya sejak dini, Allah SWT telah menugaskan utusannya yakni para nabi untuk melakukan revolusi dalam aqidah di setiap bangsa dimana mereka diutus.
Berbeda dengan pahlawan yang melawan penjajah di perang revolusi. Para nabi melakukan revolusi dalam melawan tiran yang menganggu manusia untuk taat kepada Allah SWT.
Islam telah mengenalkan nama-nama abadi untuk para pemimpin revolusi ini, dimulai dengan Nuh dan diakhiri dengan Muhammad. Banyak nama muncul di antara mereka, seperti Hud dan Salih, Ibrahim, Dawud, Sulaiman, Syuaib, Musa , dan Isa serta nabi lain yang tidak disebutkan dalam Alquran.
Mereka tidak diragukan lagi memiliki posisi kekal mereka, dalam pertempuran pembebasan, dari menyembah para hamba hingga menyembah Allah Tuhannya manusia.
Setiap kisah ‘revolusioner’ menunjukkan keesaan Tuhan melawan banyaknya berhala dan tiran, yang menindas orang, menyembah mereka, dan mengeksploitasi mereka, dan sebagai balasannya menunjukkan apa yang mereka hadapi dalam hal halangan, pemberontakan, penyerangan, dan penyimpangan.
Salah satunya adalah adalah Kisah Nuh, Hud dan Syuaib tertulis dalam Alquran surat Al-Araf ayat 59, 65, dan 85.
لَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَىٰ قَوْمِهِ فَقَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُ إِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ “Sungguh, Kami benar-benar telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu dia berkata, "Wahai kaumku! Sembahlah Allah! Tidak ada Tuhan (sembahan) bagimu selain Dia. Sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa azab pada hari yang dahsyat (kiamat).” (QS Al-A'raf : 59)