REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keberadaan Badan Pangan Nasional dipandang penting bagi sebagian anggota dewan. Ide tersebut muncul menyusul tidak adanya kebijakan yang jelas terkait kepastian pangan nasional. Bahkan sebelumnya pemerintah berencana mengimpor beras satu juta ton beras di tengah panen raya.
Menanggapi itu, Anggota Komisi IV DPR, Johan Rosihan mendesak pemerintah untuk segera membentuk Badan Pangan Nasional. "Carut-marutnya tata kelola perberasan nasional sebagai komoditi pangan strategis harusnya menyadarkan pemerintah untuk segera membentuk Badan Pangan Nasional agar kita lebih mandiri dan punya kebijakan yang jelas yang berkoordinasi langsung kepada presiden," kata Johan kepada Republika, Jumat (26/3).
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut menilai seharusnya impor beras jangan dilakukan selama stok persediaan dalam negeri cukup dan mampu dipenuhi dari produksi beras nasional yang berasal dari petani. Ia menyebut bahwa rencana mengimpor beras pada saat panen raya dinilai berdampak luas seperti anjloknya harga gabah yang sangat merugikan petani.
"Perdebatan impor beras muncul karena pemerintah membuat rencana impor beras tanpa berdasar data dimana stok beras cukup dan proyeksi produksi beras nasional meningkat, jadi ini menunjukkan respons publik yang luas terhadap rencana pemerintah yang menciderai kedaulatan pangan nasional," jelasnya.
Ia pun mengimbau agar Presiden bersikap tegas menghentikan impor pangan. Selain itu, pemerintah juga diharapkan dapat memacu peningkatan produksi beras nasional untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan mencapai kedaulatan pangan nasional.
Hal senada juga dilontarkan Wakil Ketua Komisi IV DPR, Dedi Mulyadi. Dedi berpendapat dengan adanya lembaga tersebut diharapkan kebijakan terkait kepastian pangan menjadi tersentral.
"Pemerintah segera membentuklah Badan Pangan Nasional. Ketika pemerintah membentuk Badan Pangan Nasional maka Bulog itu kan jadi gudang fungsinya, bukan lembaga yang mengatur pangan," kata Dedi saat dihubungi.
Dengan adanya lembaga tersebut berbagai pengadaan dan penyerapannya pangan tidak lagi memperhitungkan aspek komersial tetapi lebih kepada aspek sosial. Menurutnya, konsep tersebut juga diterapkan di Thailand.
"Jadi gabah petani, atau jagung petani, kedelai petani itu dibeli oleh pemerintah nanti pemerintah bisa menghitung dengan cepat kebutuhan lebih atau kurangnya. Kalau thailand begitu lebih langsung dijual keluar kan, gudangnya penuh, jadi petani itu setiap panen punya kepastian harga," ucapnya.
Mantan Bupati Purwakarta itu memandang penting gabah petani diserap oleh pemerintah. Ketika gabah petani diserap oleh pemerintah, maka nantinya pemerintah bisa menghitung dengan cermat ketersediaan pangan yang riil. "Sekarang kebijakannya di mana? Kebijakan pengadaan pangan misalnya di Bulog, sedangkan Bulog sendiri kan komersial, Kementerian Pertanian kan kebijakannya kebijakan produksi," jelasnya.
Sebelumnya Presiden Jokowi angkat suara terkait perdebatan mengenai rencana pemerintah mengimpor beras. Ia memastikan hingga Juni 2021 tidak ada beras impor yang masuk ke Indonesia. Adapun MoU terkait impor beras dengan Vietnam dan Thailand menurutnya hanya untuk berjaga-jaga.
"Itu hanya untuk berjaga-jaga mengingat situasi pandemi yang penuh ketidakpastian. Saya tegaskan sekali lagi berasnya belum masuk," ungkap Jokowi, Jumat (26/3) malam.