Sabtu 27 Mar 2021 09:18 WIB

KPK Dalami Pasal TPPU dan Keterlibatan Korporasi Suap Benur

KPK cermati fakta baru yang muncul di persidangan suap benur.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Indira Rezkisari
Tersangka mantan Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Safri, berjalan usai diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (24/3/2021). KPK melakukan pemeriksaan lanjutan kepada tersangka Safri dalam kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster.
Foto: RENO ESNIR/ANTARA
Tersangka mantan Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Safri, berjalan usai diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (24/3/2021). KPK melakukan pemeriksaan lanjutan kepada tersangka Safri dalam kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA  -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan tak menutup kemungkinan akan menetapkan tersangka korporasi dalam kasus dugaan suap perizinan ekspor benih lobster atau benur di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tahun 2020. Penyidik bahkan tak segan menjerat para tersangka suap dengan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata memastikan akan mencermati setiap fakta baru yang muncul dalam persidangan suap benih lobster. Termasuk peran dari PT Aero Citra Kargo (ACK) dalam perkara tersebut.

Baca Juga

"Tidak menutup kemungkinan dalam proses serta pengembangan penyidikan, atau pemeriksaan sidang kami tindaklanjuti dengan TPPU atau Korporasinya," kata Alex di Gedung KPK Jakarta, Jumat (26/3) malam.

Alex menuturkan saat melakukan tangkap tangan, KPK mempunyai keterbatasan waktu dalam menetapkan para tersangka dengan pasal TPPU. Sebab, KPK belum mengantongi alat bukti berupa aset terkait kasus ini.

"Jadi ketika kami melakukan OTT, kami punya keterbatasan, KPK punya keterbatasan waktu untuk menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka atau tidak, 1x24 jam. Nah, pada saat OTT, alat bukti termasuk aset yang bersangkutan belum didapatkan baru sebatas suap," terang Alex.

Meski demikian, penetapan pasal pencucian uang dalam kasus ini akan dilakukan sesuai perkembangan penyidikan. Hal itu bisa diterapkan jika ada keterlibatan korporasi atau ditemukan aset para tersangka yang tidak sesuai dengan data yang ada di KPK.

"Kalau ada keterlibatan korporasi atau kemudian ditemukan aset yang bersangkutan tidak sesuai dan diduga berasal dari pidana korupsi tentu akan kami kaji lebih lanjut, kami kenakan korporasi atau TPPU sekalian," ucapnya.

Dalam perkara ini, KPK menduga eks Menteri KP Edhy Prabowo menerima sejumlah uang dari eksportir, salah satunya dari pemilik PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito. Dalam dakwaan, Jaksa menyatakan Suharjito memberi uang total Rp 2,146 miliar yang terdiri dari 103 ribu dolar AS atau setara Rp1,44 miliar dan Rp 706.055.440 kepada Edhy lantaran DPP telah 10 kali mengirim benih lobster dengan menggunakan jasa PT ACK.

Selain Edhy, KPK turut menetapkan tersangka kepada Andreau Misanta Pribadi, Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Safri, dan sekretaris pribadi Amiril Mukminin. Kemudian pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadhi, dan staf istri menteri Ainul Faqih.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement