REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah, mengatakan penyidikan kasus PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II tetap berjalan. Sejek kemarin Direktur Utama Richard Joost Lino (RJL) ditahan KPK.
Febrie saat dikonfirmasi di Jakarta, Sabtu (27/3), mengatakan perkara yang ditangani oleh pihaknya berbeda dengan yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Tidak ada keterkaitan lah, orangnya tetap sama, tetapi kasus kan berbeda, tidak bisa dianggap sama, mungkin di sana (KPK-red) kerugian negara yang keluar dari BPK atau BPKP itu memang kerugian keuangan negara sebagaimana dimaksud Pasal 2 dan Pasal 3 Tipikor," tutur Febrie.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan mantan Direktur Utama PT Pelindo II, Richard Joost Lino (RJL), yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan Quay Container Crane (QCC) di PT Pelindo II, Jumat. Penyidik KPK, memanggil RJ Lino sebagai tersangka kasus tersebut.
KPK sebelumnya telah menetapkan dan mengumumkan RJ Lino sebagai tersangka pada Desember 2015. RJ Lino disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Menurut Febrie, penyidikan kasus Pelindo II di Kejaksaan Agung masih pendalaman beberapa dokumen yang belum selesai. "Kalau di Kejagung masih pendalaman ada beberapa dokumen, jaksa penyidik belum selesai nah itu nanti yang dipastikan masuk ke ekspos lagi," kata Febrie.
Kejagung tengah mendalami perbuatan melawan hukum yang ada dalam kasus Pelindo II. "Kalau di KPK dalam kualifikasi tipikor di Kejagung juga kualifikasinya belum tentu juga. Kita lihat kasus yang penyidik tangani apakah alat buktinya cukup untuk membawa RJ Lino ke persidangan kan itu," ujar Febrie.
Terkait apakah kasus Pelindo II sudah ada calon tersangka, Febrie mengatakan hal itu masih dalam penyidikan umum. Kejagung telah mendiskusikan kasus Pelindo II dengan penyidik dan penuntut umum. Ada beberapa catatan dari hasil ekspose untuk dipastikan kembali apakah perpanjangan kerja sama PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) dengan PT Jakarta Internasional Container Terminal (JICT) itu dibuat untuk kejahatan tindak pidana korupsi yang menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
"Nah itu sudah berkali kali didiskusikan dari penyidik dan penuntut umum, ekspos semua ada beberapa catatan untuk memastikan kembali apakah perpanjangan itu memang dibuat untuk kejahatan tipikor untuk menguntungkan dirinya atau orang lain," tutur Febrie.
Penyidikan kasus dugaan korupsi di PT Pelindo II dilakukan pasca-Kejagung menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Nomor: Print-54/F.2/Fd.1/09/2020. Penyidik sejauh ini telah menggeledah kantor Jakarta International Container Terminal (JICT) dan menyita sejumlah dokumen sebagai barang bukti.
Tindak pidana korupsi dalam kasus tersebut diduga terjadi saat perpanjangan pengelolaan pelabuhan yang dilakukan JICT dengan Pelindo II. Dalam perpanjangan itu, diduga ada perbuatan yang melawan hukum. Meski telah naik ke tahap penyidikan, belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Kejaksaan Agung beralasan masih menunggu hasil penghitungan kerugian negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas kasus ini.