REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Pemimpin junta Myanmar Min Aung Hlaing menegaskan kembali janjinya pada Sabtu (27/3) untuk mengadakan pemilihan umum setelah kudeta bulan lalu. Ia juga mengatakan bahwa tindakan kekerasan tidak pantas, pada saat tentara secara paksa menekan protes terhadap pengambilalihan kekuasaan itu.
Berbicara pada parade tahunan Hari Angkatan Bersenjata, dia menyambut kehadiran pasukan Rusia dan mengatakan Rusia adalah teman sejati. Dia mengatakan tentara harus merebut kekuasaan pada 1 Februari karena tindakan melanggar hukum oleh Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang digulingkan dari pemimpin yang sekarang ditahan Aung San Suu Kyi.
Dia menambahkan bahwa beberapa pemimpin partai telah dinyatakan bersalah melakukan korupsi dan tindakan hukum diambil untuk melawan mereka.
Kudeta militer di Myanmar itu mendapat protes dari para pemimpin dunia, Seken PBB Antonio Guterres dan Paus Fransiskus. Presiden AS Joe Biden mengatakan dalam demokrasi, tentara tidak dapat membatalkan pemilu yang sudah disahkan oleh lembaga pemilihan umum.