Sabtu 27 Mar 2021 18:05 WIB

50 Pendemo Myanmar Tewas pada Hari Angkatan Bersenjata

Jubir kelompok antijunta militer menyebutnya hari memalukan Angkatan Bersenjata.

Rep: Idealisa Masyafarina/ Red: Yudha Manggala P Putra
 Seorang pria berlari melewati barikade jalan dan membakar puing-puing pada Senin, 22 Maret 2021, di Mandalay, Myanmar.
Foto: AP/STL
Seorang pria berlari melewati barikade jalan dan membakar puing-puing pada Senin, 22 Maret 2021, di Mandalay, Myanmar.

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Pasukan keamanan Myanmar dilaporkan menembak dan menewaskan sedikitnya 50 pengunjuk rasa pada Sabtu (27/3). Tragedi dikabarkan terjadi bersamaan dengan peringatan Hari Angkatan Bersenjata pada 27 Maret di negara tersebut.

Para pengunjuk rasa yang menentang kudeta militer 1 Februari muncul di jalan-jalan Yangon, Mandalay, dan kota-kota lain. Mereka menentang peringatan bahwa mereka dapat ditembak di kepala dan punggung, sementara para jenderal negara itu merayakan Hari Angkatan Bersenjata.

"Hari ini adalah hari yang memalukan bagi angkatan bersenjata," kata Dr Sasa, juru bicara CRPH, kelompok antijunta yang dibentuk oleh anggota parlemen yang digulingkan dilaporkan Reuters, Sabtu.

"Para jenderal militer merayakan Hari Angkatan Bersenjata setelah mereka baru saja membunuh lebih dari 300 warga sipil tak berdosa," katanya. Ia memberikan perkiraan kasar jumlah korban sejak protes pertama meletus beberapa minggu lalu.

Setidaknya empat orang tewas ketika pasukan keamanan melepaskan tembakan ke kerumunan yang memprotes di luar kantor polisi di pinggiran Kota Yangon Dala pada Sabtu dini hari, menurut laporan Myanmar Now. Sedikitnya 10 orang terluka.

Tiga orang, termasuk seorang pemuda yang bermain di tim sepak bola lokal U-21, ditembak dan tewas dalam protes di distrik Insein di kota itu.

Tiga belas orang tewas dalam berbagai insiden di Mandalay.  Kematian juga dilaporkan dari wilayah Sagaing dekat Mandalay, Kota Lashio di timur, di wilayah Bago, dekat Yangon, dan tempat lain. Myanmar Now mengatakan, total sedikitnya 50 orang tewas pada Sabtu.

Setelah memimpin parade militer di Ibu Kota Naypyitaw untuk memperingati Hari Angkatan Bersenjata, Jenderal Senior Min Aung Hlaing menegaskan kembali janji untuk mengadakan pemilihan tanpa memberikan kerangka waktu apa pun.

"Tentara berusaha untuk bergandengan tangan dengan seluruh bangsa untuk menjaga demokrasi," kata jenderal itu dalam siaran langsung di televisi pemerintah.

Ia menambahkan bahwa pihak berwenang juga berusaha untuk melindungi rakyat dan memulihkan perdamaian di seluruh negeri.

"Tindakan kekerasan yang memengaruhi stabilitas dan keamanan untuk membuat tuntutan tidak pantas," katanya.

Jumlah orang yang tewas dalam kekacauan sejak kudeta terhadap pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi sekarang hampir 380, berdasarkan jumlah korban pada Kamis dan penghitungan yang disimpan oleh sebuah kelompok aktivis.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement