REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Letjen TNI Doni Monardo menahan haru saat menyampaikan pidato ilmiah pada penganugerahan gelar Doktor Kehormatan (Doktor HonorisCausa) dari Institut Pertanian Bogor (IPB) University. Pidato ilmiah yang disampaikan Doni berjudul "Model Tata Kelola Sumber Daya Alam dan Lingkungan" yang dibacakan di Gedung Graha Widya Wisuda IPB University serta disiarkan secara langsung melalui YouTube TV IPB, Sabtu (27/3).
"Saya akan mempertanggungjawabkan penghargaan dan kepercayaan yang diberikan oleh IPB ini. Gelar Doktor Kehormatan ini menjadi energi baru bagi saya terus konsisten membantu menyelamatkan lingkungan dan sumber daya alam Indonesia," ucap Doni seraya tertunduk menahan rasa haru.
Dalam pidato ilmiah tersebut Doni menceritakan perjalanan kariernya sebagai seorang prajurit TNI yang senantiasa memberikan kontribusi pengembangan dan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan. Kontribusi tersebut dilakukan Doni dalam berbagai penugasan. Mulai saat bertugas di Aceh, Danrem 061/Surya Kencana Bogor, Danjen Kopasus, Pangdam XVI/Pattimura, Pangdam III/Siliwangi, Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional (Sesjen Wantannas) hingga kini Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Pengalaman Doni Monardo selama berlatih di hutan serta penugasan operasi militer mendorong kecintaanya terhadap berbagai jenis pohon. Hal itu dibuktikan dengan kegiatan menanam pohon di Brigade Infantri Para Raider III/Tri Budi Sakti, Kariango Sulawesi Selatan, hingga meluas ke berbagai daerah di Indonesia.
Doni juga mengembangkan kebun bibit di Rancamaya, Bogor, Jawa Barat dengan menanam 100 ribu bibit tanaman trembesi hingga berlanjut ke Jakarta, Cianjur dan Sukabumi serta Kota Kudus, Jawa Tengah. Doni menginisiasi pendirian Paguyuban Budidaya Trembesi (Budiasih) di Sentul, Bogor, Jawa Barat yang kini memproduksi lebih dari 20 juta pohon. Termasuk tanaman langka yang dibagikan ke berbagai daerah termasuk Timor Leste.
Saat mengemban tugas sebagai Pangdam XVI/Pattimura, Doni menangani kerusakan ekosistem lingkungan akibat limbah merkuri dari penambangan emas liar di Gunung Botak, Maluku. "Sampai akhirnya Gunung Botak berhasil ditutup pada tanggal 14 November 2015 berkat kerja sama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutan, Pemda, Polda, masyarakat dan teman media," katanya.
Kiprah lainnya adalah mendamaikan konflik melalui program Emas Hijau dan Emas Biru dengan strategi menyeimbangkan pendekatan kesejahteraan dan keamanan. "Masalah kesejahteraan dapat berdampak pada ketidakstabilan sosial dan keamanan. Inilah yang menjadi salah satu akar konflik berkepanjangan di Maluku," katanya.
Program Emas Hijau dan Emas Biru adalah upaya memangkas ketimpangan sosial sehingga berhasil merajut kembali rasa persaudaraan Pela dan Gandong di Maluku. Saat menjabat sebagai Pangdam III/Siliwangi, Doni kembali berkiprah dalam program penanggulangan Sungai Citarum yang saat itu dikenal sebagai sungai terkotor di dunia. Prajurit Pangdam III/Siliwangi bersama masyarakat Jawa Barat menggagas kegiatan bertajuk Citarum Harum sebagai upaya penuntasan kerusakan ekosistem sungai.