REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Partai politik terbesar Malaysia dan sekutu koalisi utama yang berkuasa Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO), mengatakan tidak akan bekerja sama dengan aliansi Perdana Menteri Muhyiddin Yassin dalam pemilihan nasional berikutnya, Ahad (28/3). Keputusan itu memperdalam konflik dalam kelompok yang berkuasa saat ini.
Presiden UMNO, Ahmad Zahid Hamidi, mengatakan partainya akan mengikuti pemilihan sebagai bagian dari aliansi Barisan Nasional yang dipimpinnya dan tidak bekerja sama dengan partai lain. "Kami tidak akan menjadi bagian dari Perikatan Nasional sebagai pihak. Resolusi ini final," katanya di sidang umum partai mengacu pada koalisi yang berkuasa di Muhyiddin.
UMNO adalah blok terbesar dalam aliansi yang berkuasa di pemerintahan Muhyiddin, tetapi beberapa pemimpinnya tidak senang memainkan peran kedua dari partai perdana menteri itu dan menyerukan pemilihan awal. Muhyiddin yang berkuasa dengan mayoritas tipis di parlemen, mengumumkan keadaan darurat nasional pada Januari untuk memfokuskan upaya memerangi pandemi, meskipun para pengkritiknya mengatakan dia melakukannya untuk tetap berkuasa.
Pemilu tidak akan berlangsung hingga 2023 tetapi di bawah tekanan dari UMNO, Muhyiddin mengatakan awal tahun ini akan mengadakan pemilu segera setelah aman dilakukan di tengah pandemi. Beberapa pembelotan dari oposisi telah meningkatkan dukungannya di parlemen.
Ahmad Zahid mengatakan, hingga saat ini pemilihan waktu masih belum pasti. "Dari sudut pandang kami, mungkin tahun 2023 karena mereka memiliki cukup anggota parlemen sekarang," katanya.
Beberapa pemimpin UMNO, termasuk Ahmad Zahid, didakwa melakukan korupsi setelah partai tersebut kehilangan kekuasaan dalam pemilu 2018. Mantan Perdana Menteri Najib Razak yang juga dari UMNO, tahun lalu dijatuhi hukuman 12 tahun penjara karena korupsi dalam kasus yang terkait dengan skandal multi-miliar dolar di dana negara 1MDB, meski secara konsisten membantah melakukan kesalahan dan telah mengajukan banding atas putusan pengadilan.