REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Serikat Petani Indonesia (SPI) menyambut positif dan mengapresiasi respons Presiden Joko Widodo atas polemik impor beras yang terjadi. Presiden sebelumnya menegaskan, pemerintah tidak akan melaksanakan impor beras hingga Juni 2021 atau disaat terjadi puncak panen raya.
Ketua Umum SPI Henry Saragih pernyataan tersebut menjadi komitmen pemerintah untuk tidak mengimpor impor beras. Namun, bukan hanya hingga Juni, namun seterusnya.
“Kita petani mampu memproduksi beras untuk mencukupi kebutuhan pangan nasional, kita harus optimis bahwa kita mampu berdaulat pangan,” kata Henry dalam pernyataan tertulisnya diterima Republika.co.id, Ahad (28/3).
Henry menyampaikan, SPI berharap agar Perum Bulog serta BUMN Klaster Pangan lainnya turut menyerap padi petani yang sedang dipanen hingga April mendatang. Kendati demikian, Henry menilai harga pembelian pemerintah (HPP) yang menjadi acuan pembelian gabah petani perlu dinaikkan.
Pasalnya, harga tersebut dipandang tidak layak bagi kesejahteraan petani seiring dengan naiknya biaya produksi saat ini.
"Harus ada revisi, sebab HPP yang sekarang sudah tidak layak lagi sehingga harus dinaikkan seiring dengan naiknya biaya produksi petani saat ini," kata dia.
Selanjutnya, Henry menekankan agar Bulog dan BUMN Klaster Pangan dapat membeli gabah langsung kepada petani, koperasi-koperasi petani, serta lembaga-lembaga ekonomi petani. Hal itu untuk memperpendek mata rantai agar petani mendapatkan harga yang lebih baik.
“Ini juga sekaligus sebagai upaya untuk memperkuat lembaga perekonomian petani supaya bisa dibangun sebuah kelembagaan ekonomi yang permanen. Harga di atas HPP itu bisa menjadi insentif langsung bagi petani,” ujar Henry.
Lebih lanjut, Henry menambahkan, SPI berharap agar Presiden segera membentuk Badan Pangan Nasional. Pembentukan Badan Pangan Nasional ini juga sesuai mandat Undang-Undang Pangan Nomor 18 tahun 2012..
Menurut dia, polemik perberasan, khususnya terkait tentang impor beras karena tidak adanya suatu koordinasi dan belum baiknya administasi maupun manajemen dari pangan dan pertanian di Indonesia.
"Polemik impor beras tahun 2021 yang ditandai dengan perbedaan pandangan tentang keadaan beras dan data perberasan antara Kemenko Perekonomian, Kemendag, Kementan dan Bulog, serta pemerintah daerah bisa diatasi dengan Badan Pangan Nasional yang bertanggung jawab langsung kepada presiden," kata dia.