REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengatakan, pemerintah perlu menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) larangan mudik Lebaran 2021 M/Idul Fitri 1442 H. Hal ini agar kebijakan larangan mudik bisa berjalan efektif.
Dalam keterangan tertulis di Jakarta, Ahad (28/3), Djoko mengatakan pada 2020 lalu, pelarangan mudik Lebaran secara nasional hanya berdasar Peraturan Menteri Perhubungan dan Peraturan Gubernur untuk lingkup DKI Jakarta. "Sebab itu, terbitkan Peraturan Presiden tentang Pelarangan Mudik Lebaran Tahun 2021 supaya ada anggaran khusus bagi Polri dalam melaksanakan pelarangan Mudik Lebaran 2021 dapat bekerja maksimal," katanya.
Djoko yang juga akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata mengatakan keputusan pelarangan mudik sejatinya merupakan kebijakan berbasis data. Sebab, setiap kali selesai liburan panjang, angka penularan Covid-19 tercatat meningkat signifikan.
Namun, menurut dia, jika berkaca pada momentum libur panjang sebelumnya dan libur Lebaran tahun lalu, kesalahan yang sama mungkin akan terulang jika tidak ada evaluasi secara menyeluruh. "Polri yang memiliki wewenang di jalan raya tidak mampu melarang sepenuhnya mobilitas kendaraan. Masyarakat juga punya cara mengakali dengan berbagai macam," katanya.
Djoko juga memperkirakan, seperti halnya Lebaran tahun lalu, angkutan umum pelat hitam akan semakin marak. Begitu pula kendaraan truk diakali agar dapat digunakan mengangkut orang.
Di sisi lain, bisnis PO Bus resmi makin terpuruk setelah tahun lalu juga mengalami masa suram. "Pendapatan akan berkurang dan menurun drastis. Mudik menggunakan sepeda motor masih mungkin dapat dilakukan. Karena jalan alternatif cukup banyak dan sulit dipantau," katanya.
Menurut Djoko, adanya payung hukum yang lebih tinggi atas kebijakan larangan mudik sangat strategis karena berdampak pada kepercayaan dan keberhasilan program penanganan Covid-19. Ia pun berharap Presiden dapat turun langsung ikut menangani dan memantau kebijakan tersebut.
"Kalau tidak ada perintah Presiden langsung disangsikan apakah Polri mau bekerja maksimal di lapangan. Pemerintah harus lebih cerdas dan bijak dalam implementasi larangan mudik Lebaran," katanya.
Djoko menambahkan, adanya pengecualian dalam kebijakan pelarangan mudik Lebaran pada tahun lalu telah menimbulkan banyak penafsiran dan penyimpangan. Hal itu, berpotensi menimbulkan praktik pungutan liar.
Belum lagi urusan surat keterangan yang dapat dijadikan lahan subur pendapatan tidak resmi. "Tidak perlu ada pengecualian, sehingga hasilnya akan lebih terasa manfaatnya. Perlu dipertimbangkan menggunakan frasa melarang, namun nanti masih banyak pengecualian yang dilakukan," kata Djoko.