REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken mengaku ngeri menyaksikan berlanjutnya aksi pembunuhan yang dilakukan militer terhadap para pengunjuk rasa di Myanmar. Dia menyuarakan dukungan kepada massa demonstran.
"Kami ngeri dengan pertumpahan darah yang dilakukan oleh pasukan keamanan Burma(Myanmar), menunjukkan bahwa junta akan mengorbankan nyawa orang-orang untuk melayani segelintir (pihak)," kata Blinken lewat akun Twitter pribadinya pada Sabtu (27/3).
Pada Sabtu lalu, militer Myanmar merayakan Hari Angkatan Bersenjata. Sebuah parade digelar di Yangon. Sementara di kota lain, tentara dan polisi terus menindak serta menyerang pengunjuk rasa yang terus memprotes kudeta militer.
Belasan orang dilaporkan terbunuh. Situs berita daring Myanmar Now pada Sabtu malam melaporkan, sejak demonstrasi menentang kudeta digelar pada awal Februari lalu, total korban tewas telah mencapai 114 jiwa.
Pada 1 Februari lalu, militer Myanmar melancarkan kudeta terhadap pemerintahan sipil di negara tersebut. Mereka menangkap pemimpin de facto Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint, dan beberapa tokoh senior partai National League for Democracy (NLD).
Kudeta dan penangkapan sejumlah tokoh itu merupakan respons militer Myanmar atas dugaan kecurangan pemilu pada November tahun lalu. Dalam pemilu itu, NLD pimpinan Suu Kyi menang telak dengan mengamankan 396 dari 476 kursi parlemen yang tersedia. Itu merupakan kemenangan kedua NLD sejak berakhirnya pemerintahan militer di sana pada 2011.