REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Aparat keamanan Myanmar melepaskan tembakan pada sebuah upacara pemakaman di dekat ibu kota perdagangan Yangon, Ahad (28/3) waktu setempat. Para pengunjuk rasa dan warga sipil berkumpul untuk berduka atas gugurnya 114 pendemo Sabtu dalam tindakan brutal aparat terhadap protes anti kudeta sejak Februari.
Para pelayat melarikan diri dari penembakan di upacara pemakaman untuk siswa berusia 20 tahun Thae Maung Maung di Bago, Yangon. Saksi mata mengatakan, tidak ada laporan tentang korban jiwa.
"Saat kami menyanyikan lagu revolusi untuknya, pasukan keamanan baru saja datang dan menembak kami," kata seorang wanita bernama Aye yang berada di upacara pemakaman tersebut. "Orang-orang, termasuk kami, lari saat mereka melepaskan tembakan," ujarnya menambahkan.
Kelompok pemantau lokal, Assistance Association for Political Prisoners (AAPP) mencatat, sekurangnya 12 korban meninggal lainnya dalam insiden kekerasan aparat di tempat lain di Myanmar pada Ahad (28/3). AAPP mencatat jumlah total warga sipil yang tewas sejak kudeta 1 Februari menjadi 459.
Ribuan penduduk desa di daerah perbatasan juga dilaporkan telah melarikan diri ke Thailand setelah serangan udara militer terhadap salah satu dari beberapa milisi etnis yang meningkatkan serangan sejak kudeta. Namun, tidak ada laporan tentang aksi demo berskala besar di Yangon atau Mandalay.
Sebelumnya pada Sabtu (27/3), protes besar dan jatuhnya korban jiwa meningkat akibat kekerasan junta dalam hari paling berdarah sejak kudeta. Hari itu juga bertepatan dengan Hari Angkatan Bersenjata Myanmar.
Baca juga : Warga Sekitar Kilang Balongan Mengungsi ke Pendopo Indramayu
Orang-orang di Mandalay mengepung sebuah kantor polisi pada larut malam Ahad. Mereka menuduh pasukan keamanan melakukan pembakaran setelah lima rumah dibakar.
Kendati demikian, hingga kini polisi maupun militer tidak dapat dihubungi untuk keterangan dari pihaknya. Setidaknya enam anak berusia antara 10 dan 16 tahun termasuk di antara mereka yang tewas pada Sabtu.