REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Keutamaan umroh saat bulan puasa Ramadhan menjadi hal yang diketahui hampir semua umat Muslim di seluruh dunia. Salah satu keutamaan yang membuat ibadah ini sangat dinantikan adalah karena Nabi Muhammad SAW mengatakan bahwa pahala orang-orang yang melaksanakannya dapat menyamai orang yang menjalankan ibadah haji.
Pendiri Rumah Fiqih Indonesia, Ustadz Ahmad Sarwat, menjelaskan sabda Rasulullah SAW yang tertuang dalam hadits shahih muttafaqun 'alahi:
“Bila datang Ramadhan, maka lakukanlah umroh. Karena umroh ketika Ramadhan itu (pahalanya) menyamai haji.” (HR Bukhari no. 1782 dan Muslim no. 1256).
Bahkan, umroh pada Ramadhan sangat istimewa karena senilai dengan haji bersama Nabi Muhammad SAW seperti yang dituangkan dalam lafal Bukhari lainnya yaitu : Sesungguhnya umrah ketika Ramadhan seperti berhaji bersamaku” (HR Bukhari no 1863).
Meski demikian, ustadz Ahmad mengatakan ada beberapa hal yang harus diperhatikan terkait umroh Ramadhan dan haji. Di antaranya adalah umroh saat Ramadhan tetap bukanlah haji.
Dia meningatkan untuk jangan keliru menggantikan kedudukan ibadah ini dengan haji. “Itu tidak benar dan perlu diluruskan, yang setara itu hanya pahalanya, sedangkan kedudukannya tetap sekadar umroh. Kalau mau kita breakdown lagi, maka antara umroh Ramadhan dan Haji itu punya beberapa perbedaan,” ujar ustaz Ahmad kepada Republika.co.id pada Selasa (13/4).
Ustadz Ahmad menjelaskan perbedaan itu pertama adalah bahwa umroh saat Ramadhan bukan bagian dari rukun Islam, sedangkan haji adalah rukun Islam yang kelima.
Selanjutnya, dari segi hukum, umroh Ramadhan itu hukumnya tetap sunnah dan tidak wajib. Sedangkan ibadah haji hukumnya wajib untuk yang pertama kali sebagai Muslim.
“Ketiga orang yang sudah umroh pada Ramadhan, belum gugur kewajiban hajinya. Apabila dia mampu, maka di pundaknya masih ada beban kewajiban mengerjakan ibadah haji,” jelas ustaz Ahmad.
Lebih lanjut, ustadz Ahmad menggarisbawahi tentang umroh pada Ramadhan yang cenderung padat dengan jamaah, bahkan membuat orang-orang melakukan ibadah dengan berdesakan, menyaingi musim haji. Bahkan, biaya yang dikeluarkan umat Muslim untuk menunaikan ibadah ini menjadi tinggi.
“Maka kalau kita mendambakan umroh yang tenang dan khusyu' dalam Masjid Al Haram Makkah, mungkin agak sulit. Tidak seperti yang banyak dibayangkan,” kata ustaz Ahmad menambahkan.
Ustadz Ahmad juga mengatakan bahwa hal ini juga bisa membuat banyak jamaah yang lupa dengan jam istirahat.
Dia mengatakan pengalaman banyak jamaah kesulitan untuk keluar masuk masjid. “Kalau sudah dalam masjid, sulit keluar. Sedangkan kalau sudah di luar, akan kesulitan masuk lagi ke dalam. Oleh karena itu jamaah jadi serba salah,” jelas ustadz Ahmad.
Ustadz Ahmad mengungkapkan sebagian temannya yang sejak awal ingin menginap di masjid sepanjang berad di tanah suci untuk i’tikaf. Mereka bahkan sudah mengatur untuk tidak menyewa penginapan secara khusus dengan kamar per orang, melainkan secara berkelompok yang nantinya hanya akan digunakan secara bergantian untuk sekian banyak jamaah.
“Masuk kamar hanya untuk sekadar mandi dan ganti baju, lalu segera pergi lagi masuk ke masjid, Hanya saja kadang lupa dengan jam istirahat, juga lupa mandi bersih-bersih, bahkan lupa juga dengan kondisi cuacara dan kesehatan,” ujar dia.
Akibatnya, menurut dia, iktikaf belum selesai, tapi sudah dalam keadaan lemah dan sakit. Apalagi mereka yang sudah uzur dan usia lanjut, tentu harus memperhatikan hal-hal semacam ini.