REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dewan Riset Islam Al Azhar Mesir menerima pertanyaan dari seorang pemuda. Pemuda ini menyampaikan, ibunya banyak berpuasa sepanjang tahun, termasuk di bulan Syaban.
Namun, ada yang mengatakan bahwa puasa dilarang di paruh kedua bulan Syaban. Lantas, benarkah larangan tersebut?
Komite Fatwa Dewan tersebut menegaskan, para ulama berbeda pendapat tentang masalah ini. Misalnya, jika seseorang memiliki kebiasaan berpuasa atau bernazar untuk berpuasa atau harus meng-qadha puasa Ramadhan sebelumnya, maka tidak ada salahnya jika dia berpuasa pada awal, tengah, atau akhir Syaban.
Sebagian ulama menyebutkan, bagi yang tidak memiliki kebiasaan berpuasa atau hal-hal seperti disebutkan pada pendapat pertama itu, maka tidak diwajibkan berpuasa pada separuh kedua Syaban. Tetapi jika telah berpuasa pada separuh pertama Syaban, maka diperbolehkan berpuasa untuknya.
Dewan Fatwa mengutip pendapat Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Fath Al-Bary, bahwa Al Qurtubi mengatakan, tidak ada pertentangan antara hadits larangan puasa pada separuh kedua Syaban dan larangan puasa yang bisa mendahului Ramadhan dengan puasa sehari atau dua hari. Begitu juga antara hadits yang menyambungkan Syaban dan Ramadhan, juga tidak ada pertentangan.
Penjelasannya begini, pengharaman tersebut bagi mereka yang tidak biasa melaksanakan ibadah puasa. Namun, mereka yang biasa melakukan ibadah puasa punya tanggung jawab untuk berpuasa di paruh kedua Syaban , karena bagaimana pun, puasa yang dilakukannya adalah untuk menjaga kebiasaan baik tersebut.
Dewan menjabarkan sejumlah pendapat terkait ini. Menurut Imam Al-Munawi dalam Faidh Al Qadir, saat mengomentari hadits إذا انتصف شعبان فلا تصوموا “Ketika lewat separuh kedua Syaban janganlah kalian berpuasa.”, para ulama berbeda pendapat dalam empat pendapat sebagai berikut:
1. Boleh secara mutlak
Pendapat pertama membolehkan berpuasa Syaban, baik itu berpuasa pada sebagian bulan, atau memilih hari tertentu Syaban untuk berpuasa, termasuk pada separuh kedua Syaban, bahkan ketika yaum syak (hari ragu yaitu apakah Syaban sudah berakhir dan awal dimulainya Ramadhan).
2. Tidak apa-apa puasa pada hari syak, dengan niat puasa sunat Syaban. Ini sebagaimana pendapat Ibnu Abd Al Baar. Hal ini juga seperti yang dikatakan Imam Malik.
3. Tidak boleh dengan pengecualian
Tidak boleh berpuasa pada hari syak dan sebelumnya di separuh kedua, kecuali yang bersangkutan sudah pernah berpuasa sebelumnya pada separuh kedua, atau sebagaimana kebiasaan dia berpuasa Syaban. Pendapat ini salah satu pendapat kuat dalam Mazhab Syafii.
4. Haram berpuasa pada hari syak saja, tetapi boleh berpuasa separuh kedua Syaban. Pendapat ini banyak dianut ulama.
Sumber: masrawy