Senin 29 Mar 2021 17:16 WIB

Avifavir, Obat Covid-19 Buatan Rusia

Konsumsi avivafir hanya bisa dilakukan di bawah pengawasan dokter.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Indira Rezkisari
Ilustrasi Covid-19. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI telah menerbitkan surat izin penggunaan darurat atau emergency use of authorization (EUA) kepada produk Avifavir sebagai obat Covid-19.
Foto: Pixabay
Ilustrasi Covid-19. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI telah menerbitkan surat izin penggunaan darurat atau emergency use of authorization (EUA) kepada produk Avifavir sebagai obat Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI telah menerbitkan surat izin penggunaan darurat atau emergency use of authorization (EUA) kepada produk Avifavir sebagai obat Covid-19. Avifavir merupakan obat buatan Rusia yang berbasis favipiravir.

Pakar farmakologi dan farmasi klinik UGM, Prof Zullies Ikawati, mengatakan, favipiravir adalah obat antivirus untuk mencegah influenza atau sebagai antiinfluenza. Obat ini telah dikembangkan Jepang sejak 2004 lalu.

Baca Juga

Ia mengatakan, avifavir telah dipakai dalam panduan terapi Covid di Indonesia dan menjadi drug repurposing atau memakai obat yang sudah beredar untuk indikasi baru terapi Covid. Obat ini bekerja menghambat produksi RNA virus yang dalam gilirannya menghambat replikasi virus.

"Jadi ini bukan obat baru, sebelumnya ada favipiravir yang dikembangkan Jepang sebagai antiinfluenza, tapi masa patennya habis. Setelah itu, banyak industri farmasi seperti India, China, Rusia memproduksi dengan nama berbeda dan dipakai untuk Covid serta mendapat EUA di beberapa negara," kata Zullies, Senin (29/3).

Guru Besar Fakultas Farmasi UGM ini menjelaskan, penggunaan hanya diperuntukkan kepada pasien Covid dengan gejala sedang sampai berat sesuai panduan terapi. Selain itu, ia menekankan, pemberian avifavir harus berdasarkan resep dokter.

Avifavir, kata Zullies, tidak bisa diperoleh secara bebas di pasaran. Karenanya, ia mengimbau masyarakat tidak coba-coba mencari obat ini karena ketersediaan terbatas dan hanya didistribusikan di sejumlah rumah sakit rujukan Covid-19.

"Untuk masyarakat tidak usah coba-coba membeli karena ini tidak dijual bebas dan hanya dipakai bagi pasien Covid-19 sedang dan berat. Jika terinfeksi Covid-19 ikuti saja saran dokter dalam menjalani pengobatan," ujar Zullies.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement