REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menyayangkan pernyataan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko yang mendiskreditkan partainya. Padahal sebelum itu, ia selama tiga minggu tak bersuara.
"Kita pikir setelah lebih tiga minggu tak bersuara KSP Moeldoko akan mengeluarkan argumen yang bernas ternyata cuma pernyataan bohong lagi dan bohong lagi," ujar AHY di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta, Senin (29/3).
Ia menegaskan, pernyataan Moeldoko terkait ideologi Partai Demokrat adalah salah. Kemudian AHY bertanya balik, apakah ideologi yang dianut oleh mantan Panglima TNI itu.
"Kami juga patut bertanya, apa sebenarnya ideologi yang dianut oleh KSP Moeldoko? Saya ulangi, kami patut bertanya, apa sebenarnya ideologi yang dianut KSP Moeldoko?" tanya AHY.
AHY kembali bertanya, ideologi yang dianut Moeldoko apakah memang sesuatu yang bersifat fitnah yang tidak bertanggung jawab. Sehingga hasilnya nanti justru membuat perpecahan.
"Tolong dijawab," tegas AHY.
Ia menegaskan, Partai Demokrat menganut ideologi Pancasila dan azas nasionalis-religius. Sehingga, pernyataan yang dilontarkan Moeldoko dinilainya hanya sebagai upaya untuk mendiskreditkan partai berlambang bintang mercy itu.
Baca juga : Menakar Peluang Puan Jadi Capres 2024
"Kami tegaskan, bahwa ideologi Partai Demokrat adalah Pancasila. Partai Demokrat juga menjunjung tinggi kebhinekaan atau pluralisme, ini sudah final, harga mati, dan tidak bisa ditawar-tawar lagi," ujar AHY.
Sebelumnya, Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko akhirnya buka suara usai dirinya ditunjuk sebagai ketua umum Partai Demokrat versi Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang, Sumatra Utara. Ia mengatakan, ada kekisruhan yang berujung pada bergesernya arah demokrasi di dalam partai berlambang bintang mercy itu.
"Saya ini orang didaulat untuk memimpin Demokrat dan kekisruhan sudah terjadi, arah demokrasi sudah bergeser di dalam tubuh Demokrat," ujar Moeldoko dalam keterangan video yang diunggah di akun Instagramnya, Ahad (28/3).
Ia melihat, terdapat situasi khusus dalam perpolitikan nasional, yaitu telah terjadi pertarungan ideologis yang kuat menjelang 2024. Pertarungan tersebut disebutnya terstruktur dan menjadi ancaman bagi cita-cita menuju Indonesia Emas 2045.
"Ada kecenderungan tarikan ideologis itu terlihat di tubuh Demokrat. Jadi, ini bukan hanya sekedar menyelamatkan Demokrat, tapi juga menyelamatkan bangsa dan negara," ujar Moeldoko.