REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional atau Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) angkat bicara mengenai kejadian ikutan pascaimunisasi (KIPI) Vaksin Covid-19 AstraZeneca di Indonesia baru-baru ini. ITAGI menilai KIPI AstraZeneca perlu diperhatikan namun tetap bisa diberikan. Terutama pada kelompok sasaran umur di atas 18 tahun.
Ketua ITAGI Sri Rezeki Hadinegoro menjelaskan, Vaksin AstraZeneca merupakan platform baru di Indonesia. Sehingga, pihaknya mengusulkan kepada Komisi Nasional-Komisi Daerah KIPI di setiap provinsi untuk penguatan surveilans KIPI dari vaksin Covid-19.
"Pemantauan keamanan perlu mendapatkan perhatian dan koordinasi antara Komisi Nasional Pengurus Pusat-KIPI dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk isu setiap KIPI Vaksin Covid-19 AstraZeneca," ujarnya, Selasa (30/3).
Kendati demikian, pihaknya menyimpulkan bahwa vaksin AstraZeneca dapat diberikan pada usia di atas 18 tahun. Rekomendasi ini sesuai dengan izin edar darurat (EUA) yang telah diperbaiki pada interval dosis kedua menjadi 4 hingga 8 pekan atau 8 hingga 12 pekan.
"Namun, untuk pelaksanaan di lapangan secara operasional lebih tepat dipilih dengan interval 8 pekan," ujarnya.
Di lain pihak, pihaknya meminta perlunya kehati-hatian saat memberikan vaksin AstraZeneca untuk usia lanjut usia (lansia). Terutama yang memiliki penyakit penyerta (komorbid) dengan memperhatikan skrining menurut kriteria renta.
Ia mengutip pernyataan organisasi kesehatan dunia PBB (WHO) yang menyatakan bahwa Vaksin AstraZeneca memiliki lebih banyak manfaat dibandingkan efek samping. Sementara itu, gangguan seperti pembekuan darah merupakan kejadian yang sangat jarang terkait dengan vaksin. Ini terlihat dari gangguan pembekuan darah tidak ditemukan pada uji klinis vaksin ini.
"Namun, diperlukan penguatan surveilans keamanan vaksin Covid-19 untuk kejadian serius," ujarnya.