REPUBLIKA.CO.ID, TANJUNGPINANG -- Gubernur Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) Ansar Ahmad masih mempertimbangkan penerapan kebijakan larangan mudik yang diberlakukan pemerintah pusat untuk mengatasi lonjakan kasus Covid-19. Ansar mengaku akan membahas persoalan itu bersama jajaran OPD, FKPD, hingga Satgas Covid-19.
Menurutnya tidak mudah melarang masyarakat mudik, apalagi dalam suasana hari raya Idul Fitri. "Keputusannya seperti apa. Nanti, kami bahas dulu," kata Ansar di Tanjungpinang, Selasa (30/3).
Ansar menyebut tidak menutup kemungkinan warga Kepri tetap diperkenankan mudik ke kampung halaman, dengan catatan dibarengi protokol kesehatan ketat, khususnya di pelabuhan dan kapal.
"Perkembangan kasus Covid-19, juga bisa jadi pertimbangan warga boleh mudik atau tidak," imbuhnya.
Selain itu, katanya, Pemda bisa saja mengambil opsi penerapan alat pendeteksi Covid-19 "GeNose" di pelabuhan, guna memberikan rasa aman nyaman penumpang kapal sebelum keberangkatan. Meskipun, diakuinya, jika pemberlakukan GeNose itu bakal memberatkan pengguna jasa transportasi laut.
Ada pula opsi lainnya, berupa penambahan armada kapal untuk melayani pemudik. Hal ini bagian dari upaya mengurai kerumunan penumpang di pelabuhan maupun kapal.
"Letak geografis Kepri 96 persen adalah laut. Sehingga, dapat dipastikan warga mudik menggunakan kapal," ujar Ansar.
Pemerintah telah memutuskan untuk melarang aktivitas mudik lebaran tahun 2021. Hal itu berdasarkan hasil keputusan rapat koordinasi yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy bersama sejumlah menteri dan pimpinan lembaga terkait di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Jumat (26/3).
Menko PMK menyebutkan larangan mudik lebaran tahun ini akan diberlakukan tanggal 6 sampai 17 Mei 2021. Tujuannya adalah untuk mengantisipasi lonjakan kasus Covid-19 seperti yang terjadi sebelumnya yakni pada beberapa kali masa libur panjang, termasuk saat libur Natal dan Tahun Baru 2020.
Muhadjir menekankan larangan mudik lebaran tidak hanya berlaku bagi Aparatur Sipil Negara (ASN), pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), maupun TNI/Polri, melainkan pegawai swasta dan juga seluruh masyarakat Indonesia. Hal tersebut sekaligus untuk memaksimalkan manfaat dari pelaksanaan vaksinasi yang telah dilakukan sejak beberapa waktu lalu.