REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febrianto Adi Saputro, Bambang Noroyono
Pimpinan panitia khusus (pansus) revisi Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (otsus) Papua telah ditetapkan. Ketua Pansus Otsus Papua, Komarudin Watubun mengatakan, pansus akan segera menggelar rapat mengingat DPR akan kembali masuk masa reses pada 9 April 2021 mendatang.
"Salah satu hal yang penting dalam revisi UU Otsus ini kan soal waktu pemberlakuan dana otonomi khusus 2 persen dari DAU nasional yang berakhir bulan Mei kalau tidak salah tahun ini harus berakhir, itu yang pemerintah ajukan revisi itu, tapi kita tanggal 9 (April) kita sudah (reses), jadi kita selesai tadi pemilihan pimpinan kita langsung rapat pimpinan hari ini untuk besok kita lakukan rapat internal untuk menyusun jadwal kegiatan dalam waktu sisa ini apa yang bisa kita kerjakan," kata Komarudin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/3).
Politikus PDI Perjuangan itu mengatakan, selama reses, DPR tidak ada aktivitas rapat pansus, oleh karena itu selama dua hari ini pansus akan memanggil pemerintah untuk menjelaskan rancangan undang-undang otsus Papua tersebut. Selain itu, pansus juga akan memanggil sejumlah pihak yang akan diajak bicara dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) sebelum akhirnya reses.
"Masuk reses baru kita lanjut lagi," ujarnya.
Komarudin menjelaskan, DPR mengajukan dua pasal revisi. Pertama terkait penambahan anggaran otsus Papua, dan kedua pemekaran wilayah. Terkait anggaran otsus Papua, ia menilai penambahan saja dinilai tidak cukup.
"Harus juga diperketat dengan regulasi, evaluasi, pengawasan supaya jangan kita mengulangi 20 tahun," ucapnya.
Sementara itu terkait pemekaran wilayah, Komarudin mengatakan, selama ini yang bisa mengusulkan pemekaran hanya DPRP dan MRP. Padahal aspirasi dari masyarakat juga sudah lama disampaikan.
"Faktanya ada (aspirasi), seperti Papua Selatan itu dari dulu, sudah puluhan tahun mereka usul untuk pemekaran. Tapi karena tadi dibatasi UU sampai DPRP MRP-nya tidak diproses, itulah kenapa pemerintah sekarang supaya selain dari usulan dari bawah, pemerintah juga ada ruang untuk melakukan atas usulan rakyat melakukan pemekaran, itu yang lagi diusulkan," jelasnya.
Selain itu, dirinya juga menyikapi adanya usulan agar pansus merevisi UU Otsus Papua secara keseluruhan. Menurutnya, pansus membuka ruang untuk tidak hanya membahas dua pasal revisi usulan yang diajukan pemerintah, tetapi juga membahas secara menyeluruh pelaksanaan otsus selama 20 tahun ini.
"Itu boleh saja aspirasi, dalam negara demokrasi kan boleh-boleh saja, tapi semua nanti lewat pembahasan di pansus dan sikap-sikap parpol di fraksi-fraksi akan lihat urgensinya," ungkapnya.
Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Cenderawasih, Yops Itlay menilai, pembentukan pansus revisi UU Otsus Papua terkesan sepihak tanpa melibatkan rakyat Papua. Menurutnya, banyak aspirasi rakyat Papua yang disampaikan, baik secara tertulis maupun tidak tertulis, untuk bagaimana mengambil langkah terbaik dalam pelaksaan otonomi khusus yang sudah berjalan selama 20 tahun ini.
"Mayoritas rakyat Papua memang tolak otonomi khusus di mana hal tersebut disampaikan oleh rakyat sendiri sesuai apa yang mereka rasakan selama ini. Tetapi, pemerintah (Pusat) terus memaksa untuk harus direvisi dengan catatan revisi pada dua pasal UU Otsus, kami berpikir hal ini sebetulnya bukan mau memperbaiki persoalan namun untuk memperkeruh situasi lagi," kata Yops kepada Republika, Selasa (30/3).
Ia menuturkan, tujuan hadirnya otsus yaitu untuk menjadikan orang Papua tuan di atas negeri sendiri. Namun, yang terjadi hingga saat ini angka kemiskinan di Papua menempati urutan pertama di Indonesia.
"Itu artinya tidak ada dampak positif dari pada otsus di Papua," tegasnya.
Mahasiswa Papua meminta pemerintah untuk mempertimbangkan aspirasi rakyat Papua. Ia berharap hal tersebut dapat dibicarakan dengan baik untuk menyelesaikan persoalan otsus Papua selama ini.