REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Warga Singapura menyumbangkan vocher wisata untuk tenaga kerja asing. Para pekerja migran adalah sebagian kecil dari setidaknya 20.000 pekerja yang mendapatkan hadiah dari anggota masyarakat dan bisnis. Program ini merupakan prakarsa ItsRainingRaincoats yang mulai menyerukan agar tiket disumbangkan kepada para pekerja pada Januari.
Pendiri ItsRainingRaincoats, Dipa Swaminathan, menyatakan relawan merasa ini adalah cara yang berarti untuk menggunakan voucher pariwisata dari pemerintah. Warga negara Singapura yang berusia 18 tahun ke atas telah menerima voucher senilai 100 dolar Singapura. Mereka menghabiskannya untuk atraksi, hotel, dan tur atau sektor bisnis yang kehilangan pendapatan selama pandemi virus corona.
"Ada banyak kegembiraan dalam memberi. Saya pikir itulah yang menyebabkan publik mendukung kami dalam upaya semacam ini," ujar Swaminathan.
Kelompok itu bekerja dengan operator bianglala dan platform pemesanan untuk mengalihkan tiket yang didapatkan ke pekerja asing. "Ada begitu banyak orang yang menghargai kontribusi yang telah diberikan pekerja ke Singapura dan ini adalah kesempatan mereka untuk memberi kembali,” kata Swaminathan.
Sebuah tiket, termasuk tiket masuk ke tampilan interaktif, berharga 35 dolar Singapura. Saat ini ada cukup dana untuk 20.000 pekerja atau 2 persen dari 700.000 hingga 800.000 pekerja asing yang tinggal di Singapura.
Salah satu pekerja migran yang menikmati tiket tersebut adalah Ganesan Thivagar. Dia berkunjung bersama teman-teman asramanya dan menikmati pemandangan setinggi 165 meter.
Pria berusia 34 tahun itu pun segera mengambil foto untuk keluarganya di negara bagian Tamil Nadu, India. “Saya senang menikmati perjalanan dan menikmati bersama dengan teman-teman saya. Terima kasih Singapura (saya bisa) datang ke sini," kata Thivagar.
Pekerja seperti Thivagar mengalami masa-masa sulit, karena asrama mereka merupakan titik awal infeksi virus korona. Pekerja migran telah menyumbang sebagian besar dari 60.000 kasus yang dilaporkan di Singapura.
Meskipun situasi terkendali, pekerja memiliki batasan pergerakan yang lebih ketat daripada populasi umum. Salah satu pekerja migran, Natarajan Pandiarajan, mengatakan pembatasan itu sangat menyulitkan.
Tapi, sumbangan tiket rekreasi tersebut membuatnya terhibur. "Di dalam banyak perasaan yang juga saya miliki. Tapi kali ini ayo, berbahagia," kata laki-laki berusia 29 tahun ini.