Rabu 31 Mar 2021 00:03 WIB

Jaksa Menyoal Diksi Kasar tak Pantas dari Seorang Panutan

Jaksa menilai eksepsi HRS yang menolak dakwaan hanyalah keluh kesah terdakwa.

Terdakwa kasus dugaan pelanggaran karantina kesehatan   Habib Rizieq Shihab (HRS) menaiki mobil tahanan usai menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Jumat (26/3). Sidang tersebut beragendakan pembacaan nota keberatan atau eksepsi. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Terdakwa kasus dugaan pelanggaran karantina kesehatan Habib Rizieq Shihab (HRS) menaiki mobil tahanan usai menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Jumat (26/3). Sidang tersebut beragendakan pembacaan nota keberatan atau eksepsi. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dian Fath Risalah, Antara

Baca Juga

Tim jaksa penuntut umum (JPU) pada hari ini membacakan jawaban atas nota keberatan atau eksepsi terdakwa Habib Rizieq Shihab (HRS) di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim). Dalam pembacaan jawaban atas eksepsi, jaksa membantah dalil-dalil keberatan HRS atas dakwaan yang diterimanya.

JPU menilai eksepsi HRS yang menolak dakwaan soal pelanggaran protokol kesehatan tidak termasuk dalam ruang lingkup atau ranah eksepsi. Diketahui, sebagai terdakwa, HRS dijerat tiga perkara sekaligus.

“Itu hanyalah keluh kesah terdakwa, oleh karenanya keberatan tersebut harus di kesampingkan,” kata Jaksa Teguh Samudro, saat membacakan pernyataan menanggapi eksepsi Rizieq seperti yang disiarkan secara daring melalui kanal Youtube PN Jakarta Timur, Selasa (30/3).

JPU juga menyoroti pemilihan diksi dalam eksepsi terdakwa HRS dan kuasa hukum terkait dakwaan perkara nomor 221 mengenai kasus kerumunan di Petamburan. Tim kuasa hukum dan terdakwa HRS dalam sidang dengan agenda pembacaan eksepsi pada 26 Maret lalu menyebut jaksa dengan menggunakan diksi-diksi seperti dungu dan pandir.

"Kata-kata tersebut tidak perlu dijadikan bahan eksepsi," kata jaksa.

JPU juga menambahkan bahwa diksi-diksi seperti itu tidak pantas diucapkan oleh orang yang disebut sebagai panutan. Selain itu, JPU juga, tim JPU juga menyayangkan HRS yang menganggap dakwaan Jaksa berisi fitnah. Jaksa meyakini tidak satu huruf atau kata pun dalam lembar dakwaan terdakwa Rizieq Shihab berisi fitnah.

“Dakwaan tersebut adalah rangkaian fakta sebagaimana alat bukti yang ada,” tegas Jaksa.

Jaksa menegaskan tidak dapat menerima pernyataan dalam eksepsi HRS yang mengaku tidak mendapatkan informasi baik secara lisan maupun tulisan perihal adanya kewajiban isolasi mandiri 14 hari setelah kembali dari Arab Saudi. Jaksa menegaskan, sebagaimana ketentuan perundang-undangan yang telah diberlakukan, setiap orang tanpa terkecuali dianggap mengetahui semua hukum atau undang-undang yang berlaku.

“Dan apabila melanggarnya akan dituntut dan dihukum berdasarkan undang-undang atau hukum yang berlaku tersebut,”  kata JPU Teguh Suhendro

“Hal ini didasarkan pada teori fiksi yang menyatakan bahwa begitu suatu norma hukum ditetapkan maka pada saat itu setiap orang dianggap tahu hukum atau undang-undang,” tambah Jaksa Teguh.

Menurut Teguh, ketidaktahuan seseorang akan hukum tidak dapat dijadikan alasan pemaaf atau membebaskan orang itu dari tuntutan hukum. "Seseorang tidak bisa mengelak dari jeratan hukum dengan berdalil belum atau tidak mengetahui adanya hukum dan peraturan perundang-undangan tertentu,” tegas Teguh.

Terlebih, dalam hal ini Rizieq Shihab datang dari Arab Saudi yang juga menerapkan protokol kesehatan ketat terkait Covid-19. Sementara, HRS sejak tiba di Indonesia tidak tampak satupun upaya mengimbau masyarakat yang hadir untuk mematuhi dan menaati protokol kesehatan atau tidak melakukan kerumunan.

Jaksa juga membantah tudingan HRS yang menyebut Kepolisian dan Kejaksaan telah melakukan kriminalisasi kegiatan Maulid Nabi Muhammad yang diselenggarakan tidaklah tepat. HRS dinilai jaksa terkesan hanya menonjolkan kegiatan Maulid Nabi Muhammad.

Padahal, pada saat yang bersamaan dilakukan juga kegiatan pernikahaan putri keempat HRS. Acara tersebut diketahui dihadiri kurang lebih 5.000 orang.

Sebelumnya, dalam eksepsi yang dibacakan Jumat (25/3), HRS menegaskan keherananannya terhadap larangan ajakan beribadah. HRS mengakui kehadiran massa di Petamburan, Jakarta Pusat pada 14 November 2020 karena dia mengundang masyarakat memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.

HRS mengeklaim undangan tersebut dipublikasikan dengan niat supaya masyarakat memuliakan Nabi Muhammad SAW. HRS memprotes kalau niatnya mengajak masyarakat beribadah malah disebut ajakan melakukan kejahatan.

"Saya dan panitia maulid mengundang umat datang untuk memuliakan Nabi Muhammad SAW dan menjadikannya sebagai suri tauladan, bukan untuk menghasut umat melakukan kejahatan ya," kata Rizieq dalam pembacaan eksepsi yang dikonfirmasi tim kuasa hukumnya pada Jumat (26/3).

HRS memandang kepolisian dan kejaksaan sudah memfitnahnya lantaran menyebut undangan maulid serupa upaya mengajak orang guna melakukan kejahatan. HRS menduga suatu saat nanti ajakan beribadah bisa saja dicap sebagai kejahatan.

"Saya khawatir ke depan, adzan panggilan sholat ke masjid, undangan kebaktian di gereja, imbauan ibadah di pura, klenteng juga akan difitnah sebagai hasutan kejahatan berkerumun. Ini bisa akan menjadi kriminalisasi agama," ujar HRS.

HRS menuduh cuma golongan manusia tidak beragama saja yang menuduh ajakan beribadah sebagai hasutan menunaikan kejahatan. "Melalui sidang ini saya serukan kepada polisi dan jaksa, segera bertobat kepada Allah SWT sebelum kalian terkena azab Allah," ucap HRS.

Tim kuasa hukum HRS, Aziz Yanuar menilai tak ada yang salah dengan pemilihan diksi dalam eksepsi terdakwa HRS dan kuasa hukum terkait dakwaan perkara nomor 221 mengenai kasus kerumunan di Petamburan. Aziz menilai pendapat jaksa atas eksepsi kliennya hanyalah kekecewan serta luapan tangkisan eksepsi HRS.

"Tadi kami mau sampaikan, cuma menurut KUHAP kan sudah tidak bisa, nanti saja di pleidoi," ujar Aziz usai persidangan di PN Jaktim, Selasa (30/3)

Aziz mengaku akan menyampaikan terkait klaim jaksa yang menyatakan pihaknya mengemukakan bahasa kurang pantas dalam eksepsi. "Kami sederhana saja, pihak yang dizalimi itu berhak mengatakan bahasa sebenarnya walaupun kasar, " tegasnya.

"Mungkin dungu, zalim, pandir, yang kami masukkan di sini," tambahnya.

Diketahui, HRS terjerat tiga kasus sekaligus. Dalam kasus kerumunan massa di Petamburan, Jakarta Pusat, HRS ditetapkan sebagai tersangka pada 14 November 2020 lalu. HRS diduga melanggar Pasal 160 KUHP. Kemudian pada bulan Desember 2020, HRS juga ditetap sebagai tersangka kerumunan massa di Megamendung, Kabupaten Bogor.

Dari kedua kasus tersebut, HRS dijerat dengan Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, dan Pasal 216 KUHP.  

Selanjutnya kasus terakhir, kasus di RS Ummi Bogor berawal saat HRS dirawat di RS Ummi dan melakukan tes usap pada 27 November 2020. Namun HRS melakukan tes usap bukan dengan pihak rumah sakit, melainkan lembaga Mer-C.

photo
Habib Rizieq Shihab menyinggung sejumlah tokoh yang dianggap melakukan pelanggaran prokes. - (Republika)

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement