REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD -- Senat Pakistan belum lama memberlakukan aturan wajib belajar bahasa Arab di tingkat sekolah di Islamabad guna menciptakan Muslim yang baik. Namun, tindakan tersebut menuai kritik dari pihak oposisi.
Rencana Undang-Undang (RUU) bahasa Arab disahkan pada awal tahun ini yang mewajibkan pengajaran bahasa Arab di sekolah dasar dan sekolah menengah. Menurut Senat Pakistan, pengajaran bahasa Arab akan memudahkan para siswa membaca Alquran dan sholat karena bacaannya dalam bahasa Arab.
Namun, Pemimpin Partai Rakyat Pakistan (PPP), Raza Rabbani menentang RUU tersebut. Dia menyatakan peradaban masyarakat Pakistan bukan Arab, melainkan peradaban lembah Sungai Indus.
“Bahasa Arab tidak boleh dijadikan standar tertinggi untuk menilai kredensial agama Muslim Pakistan. Keyakinan tidak boleh dijadikan sandera untuk penguasaan bahasa tertentu,” kata Rabbani, dilansir ANI News, Selasa (30/3).
Penulis Rubik Opini di Naya Daur Media, Sulman Ali mengulas dasar-dasar RUU bahasa Arab yang memuat motif dan jargon RUU itu secara detail. Menurut RUU itu, setiap siswa sekolah dasar dan sekolah menengah akan dipaksa belajar tata bahasa Arab. Mantan dekan Fakultas Pendidikan di Federal Urdu University of Arts, Kamal Haider mengatakan sekolah yang dikelola pemerintah tidak memiliki kapasitas guru untuk mengajar bahasa Arab.
“Mewajibkan bahasa Arab akan semakin mempersulit pelajaran bagi siswa dan mereka akan memiliki lebih sedikit waktu untuk belajar Matematika dan Sains,” kata Haider.
Penting juga disebutkan, pada 2018, Mahkamah Agung telah menolak keputusan Pengadilan Federal Syariat untuk mewajibkan bahasa Arab dalam kurikulum pendidikan nasional. Selain itu, sangat sedikit siswa yang memilih bahasa Arab di studi yang lebih tinggi.