Rabu 31 Mar 2021 17:36 WIB

Pandangan Ibnu Athaillah Mengenai Harapan Ideal

Harapan tanpa tindakan disebut sebagai angan-angan.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Ani Nursalikah
Pandangan Ibnu Athaillah Mengenai Harapan Ideal
Foto: pxhere.com
Pandangan Ibnu Athaillah Mengenai Harapan Ideal

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berharap tentu tidak ada salahnya. Namun, bukan berarti tak salah, manusia menanggalkan esensi dari pengharapan itu sendiri.

Ibnu Athaillah dalam kitab Al-Hikam menjelaskan, sudah sewajarnya setiap manusia memiliki pengharapan. Meski demikian, yang patut diingat, harapan yang sesungguhnya ialah harapan yang dapat mendorong seseorang untuk bersungguh-sungguh dalam bekerja atau beramal.

Baca Juga

Beliau berkata: “Ar-rajaa-u maa qaaranahu amalun wa illa fahuwa umniyyatun,”. Yang artinya: “Sebuah harapan tentu harus disertai tindakan. Jika tidak, maka ia tidak lebih dari sekadar angan-angan,”.

Harapan tanpa tindakan disebut sebagai angan-angan. Maka itu, kata Ibnu Athaillah, orang yang berharap akan sesuatu tentunya dia akan berusaha mewujudkannya. Adapun orang yang takut terhadap sesuatu, maka dia akan menghindarinya.

Di saat sebuah harapan tidak diikuti dengan tindakan nyata, bahkan pelakunya merasa malas dan enggan bekerja, atau bahkan harapan itu justru mendorong kepada maksiat dan dosa, maka menurut para ulama, itu bukanlah tergolong harapan. Melainkan hanya angan-angan belaka yang menyesatkan.

Angan-angan, kata beliau, merupakan salah satu tanda ketertipuan. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Alquran Surah Al-A’raf penggalan ayat 169: “Fakhalafa min ba’dihim khalfun waritsuul-kitaaba ya’khudzuna aradha hadzal-adnaa wa yaquluuna sayughfiru lana,”.

Yang artinya: “Maka datanglah sesudah generasi (yang jahat) yang mewarisi Taurat, yang mengambil harta benda dunia yang rendah ini, dan berkata: ‘kami akan diberi ampun’,”. Ibnu Athaillah menjelaskan, orang yang cerdas adalah orang yang senantiasa merasa dirinya hina, dan ia beramal untuk masa setelah kematian.

Adapun nafsunya orang bodoh adalah orang yang mengikuti hawa nafsu. Sedangkan ia berharap pada Allah dengan harapan-harapan palsu.

 

Dapat mengunjungi Baitullah merupakan sebuah kebahagiaan bagi setiap Umat Muslim. Dalam satu tahun terakhir, berapa kali Sobat Republika melaksanakan Umroh?

  • 1 kali
  • 2 kali
  • 3 kali
  • 4 kali
  • Lebih dari 5 kali
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
اَلَّذِيْنَ قَالُوْٓا اِنَّ اللّٰهَ عَهِدَ اِلَيْنَآ اَلَّا نُؤْمِنَ لِرَسُوْلٍ حَتّٰى يَأْتِيَنَا بِقُرْبَانٍ تَأْكُلُهُ النَّارُ ۗ قُلْ قَدْ جَاۤءَكُمْ رُسُلٌ مِّنْ قَبْلِيْ بِالْبَيِّنٰتِ وَبِالَّذِيْ قُلْتُمْ فَلِمَ قَتَلْتُمُوْهُمْ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ
(Yaitu) orang-orang (Yahudi) yang mengatakan, “Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada kami, agar kami tidak beriman kepada seorang rasul, sebelum dia mendatangkan kepada kami kurban yang dimakan api.” Katakanlah (Muhammad), “Sungguh, beberapa orang rasul sebelumku telah datang kepadamu, (dengan) membawa bukti-bukti yang nyata dan membawa apa yang kamu sebutkan, tetapi mengapa kamu membunuhnya jika kamu orang-orang yang benar.”

(QS. Ali 'Imran ayat 183)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement