REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Politik sekaligus Direktur Eksekutif Lingkar Madani (LIMA), Ray Rangkuti menanggapi penolakan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) terhadap hasil kongres luar biasa (KLB) Partai Demokrat di Deli, Serdang. Menurutnya, Moeldoko harus menerima hasil keputusan tersebut karena alasan penolakan sangat mendasar.
“Saya kira akan sulit bagi Pak Moeldoko untuk melakukan gugatan hukum lagi, cukuplah sudah. Karena alasan Kemenkumham sangat elementer. Itu saja tidak bisa dipenuhi,” kata Ray saat dikonfirmasi, Rabu (31/3).
Keterlibatan Moeldoko juga dinilai mempermalukan Presiden. Tanpa sadar, Moeldoko seperti melawan pemerintah yang dia sendiri sebagai anggotanya. Sikap ini termasuk tidak pantas.
Oleh karena itu, sangat sulit Moeldoko melakukan gugatan kecuali dia sudah mundur atau diberhentikan presiden. Jika dia sudah keluar dari jabatannya, itu tidak menjadi masalah. Dia hanya memenuhi data-data dan dokumen yang belum terpenuhi bahwa mereka yang hadir di KLB di Deli merupakan pengurus yang sah.
Sejak Moeldoko terlibat dalam KLB, Ray menilai Moeldoko sudah seharusnya diberi teguran keras dengan cara menonaktifkan atau memberhentikan dia sebagai Kepala Staf Kepresidenan (KSP). Karena tindakan ini tidak sesuai dengan kapasitas jabatan yang sedang diemban oleh Moeldoko. Dengan melakukan KLB saja, kata Ray, sudah tidak demokratis.
Baca juga : Akhir Petualangan Moeldoko Cs di Partai Demokrat?
Kemenkumham sudah menolak hasil KLB Partai Demokrat yang memilih Moeldoko sebagai ketua umum. Menurut mereka, perbaikan dokumen pihak KLB masih belum terpenuhi. Di antaranya belum ada DPD DPC, serta tidak disertai mandat dari ketua DPD dan DPC. Pemerintah masih merujuk pada AD/ART Partai Demokrat yang ada.
“Dengan demikian pemerintah menyatakan bahwa permohonan pengesahan KLB Deli Serdang 5 Maret 2021 ditolak,” kata Menkumham Yasonna Yasonna dalam konferensi pers daring yang didampingi Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, Rabu (31/3).