REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP), Timotius Murib, mengkritisi terkait rencana pemerintah yang hanya akan merevisi dua pasal Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Dua pasal yang dimaksud yaitu, pasal 34 tentang 2 persen Dana Alokasi Umum (DAU) dan pasal 76 tentang pemekaran Papua.
"Dua pasal ini menurut pemerintah pusat bermasalah sedangkan pasal-pasal lain tidak bermasalah. Saya pikir ini pemikiran sangat konyol dan bodoh, ini tidak benar," kata Timotius kepada Republika, Rabu (31/3).
Timotius mengatakan, permasalahan UU Otonomi Khusus (otsus) Papua selama ini tidak hanya di dua pasal tersebut. Dirinya menyebutkan sejumlah pasal yang selama ini dinilai belum dirasakan oleh masyarakat Papua.
"Contoh pasal 28 pembentukan partai lokal belum pernah terjadi. Kemudian pembentukan KKR belum pernah terjadi. Terus pasal-pasal lain, semua ini kan dia vakum karena terbentur dengan undang-undang lain," urainya.
Ia pun mendesak pemerintah untuk merevisi UU Otsus Papua secara menyeluruh. Timotius berharap agar pemerintah pusat mau duduk bersama dengan seluruh unsur masyarakat Papua, mulai MRP, DPRP, gubenur dan kelompok masyarakat Papua lainnya untuk mengevaluasi pelaksanaan UU Otsus Papua selama 20 tahun ini.
"Kita harus mulai memikirkan bahwa kita mulai duduk bicara pasal 1 memberikan manfaat seperti apa, pasal 2, pasal 3 sampai pasal 79, dengan demikian kita akan mengetahui kekurangan dan kelemahan dan pada undang-undang (Otsus Papua) itu sendiri, kemudian kita usulkan perbaikannya seperti apa yang terbaik untuk rakyat Papua di dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia," terangnya.
Selain itu dirinya juga berharap agar revisi UU Otsus Papua kali ini menjadi momentum dan titik awal bagi masyarakat Papua untuk mengevaluasi pelaksanaan UU Otsus Papua. Timotius mengatakan, selama ini MRP juga telah melakukan kunjungan, reses, rapat dengar pendapat. Hasilnya, MRP mengaku memiliki sejumlah catatan terkait dampak dari otsus tersebut.
"Tentu MRP bisa simpulkan persoalan yang menjadi utama untuk segera kita duduk bersama antara pemerintah pusat dalam hal ini eksekutif dan DPR legislatif dengan pemerintah daerah dalam hal ini gubernur, MRP, kita harus duduk bicara," desaknya.