REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSEL -- Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) membutuhkan dana sebesar 10 miliar dolar AS untuk membantu warga Suriah. PBB mengatakan, warga sipil Suriah terus menghadapi serangan dan peningkatan kelaparan serta kemiskinan.
Permohonan tersebut diajukan menjelang Konferensi Brussel tentang Suriah, yang merupakan acara tahunan yang diselenggarakan PB dan Uni Eropa. PBB merinci alokasi dana bantuan yang digunakan untuk bantuan kemanusiaan di Suriah sebesar 4,2 miliar dolar AS dan bantuan untuk pengungsi serta tuan rumah mereka di Timur Tengah sebesar 5,8 miliar dolar AS. PBB mengatakan setidaknya 24 juta warga Suriah membutuhkan bantuan internasional.
"Sudah 10 tahun keputusasaan dan bencana bagi warga Suriah. Sekarang kondisi kehidupan yang menurun, penurunan ekonomi dan COVID-19 mengakibatkan lebih banyak kelaparan, kekurangan gizi dan penyakit. Ada lebih sedikit pertempuran, tapi tidak ada keuntungan perdamaian," kata kepala bantuan PBB Mark Lowcock, dilansir Aljazirah, Selasa (30/3).
Pertempuran mereda setelah Rusia dan Turki menyetujui gencatan senjata di Idlib Suriah setahun lalu. Tetapi serangan udara Rusia, bersama dengan pasukan yang didukung Iran dan Suriah, terus menyerang pos-pos pemberontak.
Dalam pernyataan terpisah Gerakan Palang Merah Bulan Sabit Merah meminta donor internasional untuk membantu membangun kembali Suriah. Terutama untuk memperbaiki layanan kesehatan, air dan listrik yang kritis.
"Infrastruktur kami rusak," ujar Sekretaris Jenderal Masyarakat Bulan Sabit Merah Suriah, Khaled Hboubati.
Membangun kembali kota-kota yang hancur membutuhkan dana miliaran dolar. Pembangunan infrastruktur tidak dapat dimulai sampai kekuatan yang terlibat dalam konflik, termasuk Rusia dan Iran, menyetujui penyelesaian damai. Kepala Komite Palang Merah Internasional Peter Maurer mendesak kekuatan dunia untuk mencapai kesepakatan damai atau menghadapi lebih banyak lagi konferensi donor tahunan untuk Suriah.
“Kemanusiaan ada di sini untuk membantu tetapi tanggung jawab akhir terletak pada pihak-pihak yang berkonflik,” kata Maurer.