Jika Anda pernah terlibat dalam perdebatan dengan anggota keluarga tentang COVID-19 dan vaksin, Anda tidaklah seorang diri.
Key points:
- Perbedaan budaya dan bahasa menimbulkan kesulitan bagi warga CALD untuk mendapatkan informasi akurat
- Seringkali misinformasi disebarkan di media sosial
- Pemerintah sedang bekerjasama dengan kelompok multikultural untuk melawan misinformasi COVID-19
Di tengah proses vaksinasi yang sudah beranjak ke tahap 1B di mana vaksin sudah mulai diberikan publik, beberapa keluarga di Australia mulai memiliki pandangan berbeda tentang keamanan vaksin dan apakah mereka mau divaksinasi.
Hal ini menjadi lebih parah bila perdebatan dilakukan dengan anggota keluarga yang suka membaca blog atau informasi media sosial dari sumber internasional dan tidak memiliki bahasa Inggris sebagai bahasa utama.
Peristiwa ini dialami sendiri oleh Shirlaine Tse, yang pertama kali beradu mulut dengan ibunya tentang COVID tahun lalu ketika di tengah makan malam bersama mereka.
"Kami sedang makan malam di rumah ibu saya, kemudian dia mulai membicarakan berita [soal pandemi]," ujar Shirlane.
"Dia berbicara soal bagaimana di China COVID-19 sangatlah parah sampai ... mayat menumpuk dengan cepat ... dan mereka sampai tidak sempat mengecek apakah orang-orang masih hidup saat dibakar."
Shirlaine, yang tinggal di Nunawading, Victoria, mengatakan saat ini vaksin menjadi "topik pembicaraan hangat" di tengah keluarganya.
Menurutnya, sang ibu khawatir akan mengalami pembekuan darah setelah divaksinasi dan juga takut bahwa pengujian vaksin belum akurat.
Ibu Shirlane yang berasal dari Hong Kong mendapatkan informasi dari media sosial, seperti Whatsapp dan platform media sosial China bernama WeChat.
"Saya pikir cukup sering dia dikirimkan tangkapan layar surat elektronik, atau tangkapan layar dari artikel, semacam itu," katanya.
"Jadi ibu saya itu tidak punya sumber informasi primer yang dapat diandalkan," kata Shirlaine yang pindah ke Australia bersama keluarganya di akhir tahun 90-an.
Beberapa audiens ABC yang merespon pertanyaan terbuka kami mengatakan memiliki saudara yang menyimpan pandangan berbeda tentang COVID dan vaksin.
Mereka mengatakan anggota keluarganya mendapatkan informasi tidak benar tentang COVID dari konten dalam bahasa selain bahasa Inggris.
Ketika itu, mereka berpikir bahwa informasi dalam bahasa Inggris adalah yang paling bisa dipercaya, walaupun mengetahui bahwa di antaranya berisi teori konspirasi.
Tapi, tetap tidak mudah bagi mereka untuk mendapatkan informasi tersebut.
Orangtua 'marah' saat anak-anak berusaha memberikan informasi akurat
Gong Cheng, seorang warga di Queensland, memiliki pengalaman serupa dengan Shirlaine ketika membicarakan soal pandemi dan vaksin dengan orangtuanya.
Orangtua Gong hanya bisa berbahasa Mandarin dan kebanyakan mendapatkan informasi soal COVID dan vaksin dari WeChat.
"Saya bahkan diberikan juga beberapa pesan dari kelompok chat ibu saya yang mengatakan bahwa COVID-19 itu sebenarnya bukan virus, tapi bakteri," katanya.
"Jadi jika tertular hanya perlu minum Panadol supaya sembuh."
"Sebagai anak, saya sangat khawatir terhadap sumber informasi yang mereka miliki, yang dikhawatirkan dapat menyesatkan mereka."
Dalam peristiwa lain, ayah Gong sempat memberitahunya tentang bagaimana vaksin "berpotensi mengubah DNA", berdasarkan informasi yang ditemukannya di media sosial.
Ketika Gong menemukan artikel ABC News yang berisi pandangan pakar kesehatan dan sains yang menyatakan bahwa informasi soal mRNA sangatlah tidak benar, ia langsung memberikannya pada sang ayah.
"Saya tanya padanya 'ayah dapTinggal di Australia? Kapan Giliran Anda Divaksinasi COVID-19at informasi dari mana?'," ujar Gong kepada ABC.
"Ayah saya marah sekali. Dia sangat kesal pada saya," katanya lagi.
"Katanya, 'mengapa kamu mengecek yang saya sampaikan, untuk apa?'"
Tidak menolong jika mengabaikan kekhawatiran orangtua
Menyadari adanya celah informasi tersebut, Gong berusaha agar orangtuanya memiliki sumber informasi tentang COVID dan vaksin yang dapat dipercaya.
"Saya harus mengecek internet dan semua kanal di Youtube atau Twitter [yang ditonton orangtuanya]," ujarnya.
"Saya juga harus mempelajari prinsip vaksin dan cara kerjanya," katanya lagi.
Selain itu, dia juga berusaha berkomunikasi dengan orangtuanya setiap hari untuk mengawal percakapan soal misinformasi.
Kini, orangtuanya "telah memiliki pengertian lebih baik tentang vaksin" dan bersedia untuk divaksinasi.
"Jadi keluarga saya beruntung karena tinggal dekat dengan saya," katanya.
Namun, Shirlaine, yang sudah tinggal di Australia sejak usianya sembilan tahun mengatakan belum berbicara empat mata soal vaksin dengan ibunya.
"Karena semua informasi yang saya berikan [dalam bahasa Inggris], tidak dapat dipahaminya," kata Shirlaine.
"Dan bahasa Kanton saya juga tidak cukup bagus untuk menerjemahkan topik yang sangat sulit."
Satu hal yang disadarinya adalah bagaimana orangtuanya "cenderung merasa marah" jika dia gagal memahami pemikiran mereka tentang COVID, bahkan jika pemahaman yang dimiliki mereka salah.
"Bukan hanya menolong untuk mengabaikan [perasaan mereka], karena pada dasarnya, mereka masih merasa khawatir, takut, ragu," katanya.
"Namun coba lakukan [percakapan] setenang mungkin, seperti yang saya lakukan, berusaha untuk tidak menyinggung mereka dan tidak mengabaikan kekhawatiran mereka," sambung Shirlaine.
"Saya pikir tantangan lainnya adalah karena dalam kebudayaan Asia, menghormati orangtua adalah sebuah hal yang penting."
Shirlaine juga menambahkan bagaimana dalam kebudayaan Asia, "orangtua biasanya tidak mau mendengarkan anak mereka", dan "karena mereka adalah orang yang lebih tua, mereka seharusnya lebih bijaksana, pintar, dan lebih berpengetahuan luas tentang dunia".
'Tidak bisa hanya anak'
Minggu lalu, menteri Bidang Multikultural dari seluruh Australia mengadakan forum diskusi untuk membahas bagaimana caranya agar komunitas dari berbagai budaya dan bahasa (CALD) dapat lebih dilibatkan dalam kampanye informasi vaksin COVID-19.
Dalam pernyataan yang diterima ABC, mereka setuju untuk melibatkan badan tertinggi dari kelompok berbagai budaya, komunitas, dan pemimpin keagamaan mereka "untuk melawan misinformasi soal pandemi dan untuk menyebarkan informasi kesehatan yang akurat, sah, dan tepat sasaran untuk komunitas CALD, dalam bahasa Inggris dan bahasa lain, termasuk dalam format audio dan visual yang mudah diakses".
Gong menyukai ide tersebut namun juga berharap Pemerintah dapat menyediakan informasi kesehatan dan vaksin resmi dalam bahasa Mandarin di platform WeChat.
"[Jika] Pemerintah Australia dapat memanfaatkan WeChat dengan baik untuk membagikan informasi COVID-19, dampaknya pasti besar bagi komunitas China," ujar Gong.
Gong memahami bahwa sebelumnya WeChat sempat menghapus posting Perdana Menteri Australia Scott Morrison bagi komunitas China mengenai pertengkaran diplomatik.
Dia mengatakan semua warga Australia, tanpa pandang latar belakang dan bahasa, harus berjuang sekuat tenaga untuk melindungi keluarga mereka dari informasi tidak benar.
"Terlalu banyak berita bohong di internet," kata Gong.
Setelah melewati 'lockdown' ketat di Victoria, banyak pemimpin komunitas di Melbourne yang telah berusaha membuka akses bagi masyarakat untuk bertanya kepada pakar kesehatan.
Shirlaine berharap dapat menyaksikan "pendekatan proaktif" dari pemerintah dan pemimpin komunitas.
"Kami memang memiliki peran penting sebagai anak dari migran yang tidak berbahasa Inggris," kata Shirlaine.
"Namun menurut saya tidak bisa hanya anak. Perlu anak, pemimpin komunitas dan pemimpin dari pemerintahan, serta ketua pemerintah federal," katanya lagi.
Diproduksi oleh Natasya Salim dari artikel dalam bahasa Inggris yang bisa dibaca di sini
Ikuti berita seputar pandemi Australia dan lainnya di ABC Indonesia