REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Manajer PT Pesona Berkah Gemilang, Muhammad Abdurrahman, mengakui pernah menemui mantan pejabat pembuat komitmen (PPK) Kementerian Sosial (Kemensos) Matheus Joko Santoso di kawasan Cawang, Jakarta Timur. Pertemuan itu untuk membahas terkait tagihan PT Tiga Pilar Agro Utama.
Diketahui, PT Pesona Berkah Gemilang merupakan perusahaan yang menyediakan isi paket bantuan sosial (bansos) dari PT Tiga Pilar Agro Utama. Hal tersebut diungkap Abdurrahman dalam persidangan perkara kasus dugaan korupsi bansos Covid-19 di Pengadilan Tipikor Jakarta.
"Bagaimana pertemuan Anda dengan Pejabat PPK Matheus Joko Santoso?" ujar Jaksa KPK M Nur Aziz.
"Saya sampai di Cawang itu awalnya saya tidak boleh masuk atas nama PT Pesona. Jadi (kemudian) saya bilang Tiga Pilar, asisten Pak Joko (antarkan) sampai ke atas, ketemu Pak Joko," tutur Abdurrahman.
Dalam pertemuan itu, Abdurrahman mengakui membicarakan soal tagihan PT Tiga Pilar Agro Utama. Hal tersebut karena sudah lebih dari satu bulan tagihan dari PT Tiga Pilar Agro Utama belum dibayarkan.
"Dalam pertemuan tersebut membicarakan apa?" cecar Jaksa.
"Pak, saya mau tanya mengenai tagihan kenapa kok belum keluar, katanya cuma sebentar cuma 14 hari kerja. Tapi, sudah lama sekali sudah satu bulan lebih kita belum dibayar Tiga Pilar ini," ujar Abdurrahman menirukan perbincangan dengan Joko saat itu
Saat itu, ia menambahkan, Joko menyampaikan, PT Tiga Pilar Agro Utama harus menyelesaikan terlebih dahulu permintaannya.
"Jadi, langsung dibayar tagihannya?" tanya Jaksa. "Belum, harus selesai dulu, itu bahasanya," ucap Abdurrahman.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Utama PT Pesona Berkah Gemilang Sonawangsih mengaku mendapat informasi dari Abdurrahman kalau Matheus Joko Santoso belum menerima fee sebesar 12 persen. Permintaan itu disampaikan saat Abdurrahman bertemu dengan Matheus Joko Santoso di kawasan Cawang, Jakarta Timur.
"Jadi, saat itu Pak Abdurrahman telah menghadap Joko dan Pak Ian (Direktur Utama PT Tigapilar Agro Utama, Ardian Iskandar Maddanatja), jadi dia menghadap ke kantor saya. 'Bu yang dibilang Pak Ian, kata Pak Joko yang fee 12 persen belum terima sama sekali," ungkap Sona.
Sona menyampaikan, selama fee sebesar 12 persen itu tidak diterima oleh Joko, maka pembayaran paket pengadaan bansos akan tersendat.
"Selama uang itu tidak diterima Pak Joko, Tiga Pilar tidak dicairkan," ujar Sona.
Sona menegaskan tidak memerintahkan Abdurrahman meminta uang atau memberikan uang kepada Matheus Joko Santoso. Hanya menanyakan soal anggaran pengadaan paket bansos PT Tiga Pilar Utama yang belum dicairkan.
"Apakah pernah memerintahkan untuk meminta uang?" cecar Jaksa. "Saya tidak menyuruh meminta uang atau mengantarkan uang," kata Sona menegaskan.
Dalam perkara ini yang duduk sebagai terdakwa adalah Harry Van Sidabukke yang berprofesi sebagai konsultan hukum dan Direktur Utama PT Tigapilar Agro Utama, Ardian Iskandar Maddanatja. Harry didakwa menyuap Juliari Batubara, Adi Wahyono, dan Matheus Joko Santoso sebesar Rp 1,28 miliar karena membantu penunjukan PT Pertani (Persero) dan PT Mandala Hamonangan Sude (MHS) sebagai penyedia bansos sembako Covid-19 sebanyak 1.519.256 paket.
Sementara itu, Ardian didakwa menyuap Juliari Batubara, Adi Wahyono, dan Matheus Joko Santoso senilai Rp 1,95 miliar karena menunjuk Ardian melalui PT Tigapilar Agro Utama sebagai penyedia bansos sembako tahap 9, 10, tahap komunitas dan tahap 12 sebanyak 115 ribu paket.
Atas perbuatannya, Harry dan Ardian dikenakan Pasal 5 Ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.