REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR — Sejak 2020, keberadaan ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Bogor baru mencapai 4,18 persen. Sementara, berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) No. 8 tahun 2020 tentang Pengelolaan RTH, Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor wajib menyediakan lahan RTH sebanyak 20 persen dari luas lahan Kota Bogor.
Kepala Bidang Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P2W) pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bogor, Sofie Linawati, mengatakan, minimnya RTH di Kota Bogor, yakni karena adanya keterbatasan anggaran pemerintah daerah (Pemda) untuk melakukan pembelian tanah atau land banking. Apalagi, harga tanah di perkotaan relatif lebih mahal.
“Hasil perhitungan capaian RTH sebesar 4,18 persen dari target sebesar 20,02 persen. Salah satunya karena keterbatasan anggaran Pemda untuk pengadaan land banking. Harga tanah di perkotaan juga pastinya lebih tinggi,” kata Sofie.
Selain itu, Sofie menjelaskan, kondisi eksisting wilayah Kota Bogor relatif padat. Sehingga hal tersebut menjadi salah satu alasan mengapa RTH di Kota Bogor masih minim.
Ditambah lagi, sejumlah pengembang perumahan di Kota Bogor belum menyerahkan kewajibannya kepada Pemkot Bogor. Yakni untuk menyerahkan Prasarana Sarana dan Utilitas Umum (PSU) kepada Pemkot Bogor, sehingga luas RTH di Kota Bogor belum meningkat.
“Itu salah satunya (belum menyerahkan PSU). Selain itu kondisi eksisting wilayah perkotaan relatif padat,” tuturnya.
Sementara itu, Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A. Rachim menjelaskan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2021 Kota Bogor belum mencukupi untuk melakukan land banking guna meningkatkan RTH. Sebab, masih ada program-program lain yang diprioritaskan selama beberapa tahun ke depan.
Untuk itu, sambung Dedie, saat ini Pemkot Bogor tengah mendorong sekitar 280 penhembang perumahan untuk menyerahkan PSU-nya. Dimana, dari 280 pengembang tersebut, baru 70 diantaranya yang sudah melaksanakan kewajiban pokoknya ke pihak Pemkot Bogor.
“Kita sedang mendorong dari sekitar 280 pengembang, kan yang baru menyerahkan baru sekitar 70-an pengembang. Jadi kita dorong terus kepada pengembang yang masih eksis, karena dari sekitar 280 itu ada yang sudah mati suri, ada juga yang sudah mati beneran,” kata Dedie.