REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di masa Abbasiyah, upaya menerjemahkan pemikiran Yunani dilakukan secara masif. Upaya tersebut diwujudkan melalui pendirian lembaga Baitul Hikmah.
Pengembangan Baitul Hikmah dilakukan di masa Khalifah al-Ma'mum. Dia seorang rasionalis yang berusaha menanamkan pandangan keagamaannya melalui mekanisme otoritas negara. Dari Baitul Hikmah, al-Ma'mum memerintahkan penerjemahan karya-karya pemikiran filsuf Yunani ke dalam bahasa Arab.
Baitul Hikmah didesain menyerupai sekolah Jundishapur, yang terdiri dari perpustakaan, observatorium, dan departemen penerjemahan. Sosok terpenting di Baitul Hikmah adalah Abu Zaih Hunain bin Ishq al-Ibadi.
Abu Zaid Hunain merupakan murid Yuhanna bin Masawih yang berjasa dalam menerjemahkan buku Euclid, Galen, Hippocrates, dan Archimedes. Hunain juga menerjemahkan karta Plato seperti Republic, Laws, dan Timaesus. Juga karya Aristoteles seperti Categories, Physics, dan Magna Moralia.
Selanjutnya, di Baitul Hikmah, setiap buku yang diterjemahkan kemudian didiskusikan dan dikaji. Hasil dari diskusi dan kajian itu oleh para ilmuwan Muslim dikembangkan dalam berbagai disiplin ilmu seperti matematika, filsafat, astronomi, kedokteran, fisika bahkan juga metafisika.