REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Laju inflasi pada bulan Maret 2021 sebesar 0,08 persen. Angka inflasi tersebut mengalami penurunan dari Februari 2021 yang sebesar 0,10 persen maupun Maret 2020 yang mencapai 0,10 persen.
Ekonom Center of Reform on Economics, Yusuf Rendy Manilet, mengatakan, pola inflasi pada bulan Maret kali ini cukup berbeda dengan tahun lalu. Terutama pada angka inflasi inti di mana tahun lalu sebesar 0,29 persen sementara ini terjadi deflasi 0,03 persen.
Yusuf menilai, penurunan inflasi yang terjadi pada Maret 2021 kemungkinan besar merupakan dampak dari turunnya harga mobil imbas kebijakan insentif PPnBM. Hal itu ditujukan untuk membenahi daya beli masyarakat yang telah melemah dalam setahun terakhir.
"Semoga betul penurunan inflasi inti hanya menggambarkan tren sesaat karena faktor PPnBM. Jangan sampai ini justru menunjukkan harga dan permintaan menurun karena daya beli masyarakat," kata Yusuf kepada Republika, Jumat (2/4).
Yusuf menilai, tingkat daya beli masyarakat saat ini relatif lebih baik dari tahun lalu. Oleh karena itu, proses pemulihan yang sedang berjalan mesti dijaga oleh pemerintah.
Adapun, ia memperkirakan inflasi pada bulan April dan Mei diperkirakan akan mengalami peningkatan. Pasalnya pemerintah juga ingin agar ekonomi mulai bergerak pada kuartal kedua 2021 selain adanya faktor Ramadhan dan Lebaran yang meningkatkan permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa.
"Meskipun ada larangan mudik, masyarakat yang waktu kerjanya fleksibel pasti akan memiliki mudik sebelum lebaran, misalnya dua minggu sebelumnya. Itu ada potensi meningkatkan permintaan," ujarnya.
Ia menambahkan, yang menjadi tugas utama pemerintah dalam dua bulan ke depan yakni menjaga harga pangan agar tetap stabil. Khususnya pangan pokok strategis yang dipastikan mengalami lonjakan permintaan masyarakat.
"Secara historis permintaan bahan pangan akan meningkat dan juga daya beli masyarakat sudah relatif jauh lebih baik jadi harus menjaga harga dan inflasi pangan," ujarnya.