Jumat 02 Apr 2021 12:01 WIB

China Dukung ASEAN Mediasi Situasi Myanmar

China harap Myanmar terus mengutamakan kepentingan negara dan bangsa.

Rep: Lintar Satria/ Red: Indira Rezkisari
Rakyat Myanmar berkumpul untuk memprotes kudeta militer dan penahanan para pemimpin pro-demokrasi di Mandalay, Myanmar, 22 Februari 2021.
Foto: Anadolu Agency
Rakyat Myanmar berkumpul untuk memprotes kudeta militer dan penahanan para pemimpin pro-demokrasi di Mandalay, Myanmar, 22 Februari 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, FUZHOU -- Menteri Luar Negeri dan Kanselir Negara China Wang Yi mengatakan dengan tegas mendukung proses perdamaian di Myanmar dilakukan dengan cara asosiasi negara-negara Asia Tenggara (ASEAN). Beijing juga mendukung pertemuan khusus pemimpin ASEAN untuk memediasi situasi Myanmar.

Jumat (2/4) media milik pemerintah China, People Daily melaporkan hal ini Wang sampaikan dalam konferensi pers usai bertemu Menteri Luar Negeri Malaysia Hishammuddin Hussein di Kota Nanping, Provinsi Fujian.

Baca Juga

Wang mengatakan ia berharap pihak-pihak terkait di Myanmar terus mengutamakan kepentingan negara dan bangsa. Ia juga berharap mereka segera menggelar dialog dan konsultasi, memulihkan perpecahan melalui kerangka hukum dan konstitusi dan mendorong proses tranformasi demokrasi yang sulit diraih.

Wang juga meminta semua pihak yang relevan untuk menahan diri. China dan Malaysia sepakat masyarakat internasional harus menegakan norma dasar non-intervensi urusan internal dan menciptakan lingkungan yang baik untuk rekonsiliasi politik di Myanmar.  

Sementara itu Organisasi perlindungan anak Save the Children melaporkan sejak kudeta 1 Februari lalu angkatan bersenjata Myanmar sudah membunuh 43 anak. Organisasi itu mengatakan korban tewas paling muda berusia 6 tahun.

BBC melaporkan kelompok pemantau kekerasan petugas keamanan mencatat hingga total korban yang tewas di tangan pihak berwenang mencapai 536 orang. Sementara itu pemimpin sipil Aung San Suu Kyi menghadapi dakwaan baru dengan tuduhan melanggar undang-undang kerahasiaan negara.

Pekan lalu Suu Kyi dan empat orang sekutu didakwa dengan pasal yang membuat mereka dapat dihukum 14 tahun penjara. Sebelumnya Suu Kyi didakwa memiliki walkie-talkie ilegal dan melanggar peraturan pembatasan sosial Covid-19 selama kampanye tahun lalu.

Kini ia dituduh mempublikasikan informasi yang mungkin dapat 'memicu ketakutan atau peringatan'. Kamis (1/4) kemarin Utusan Khusus PBB untuk Myanmar Christine Schraner Burgener meminta Dewan Keamanan segera bertindak demi menghindari pertumpahan darah di negara itu.

Dalam sidang tertutup di PBB ia mengatakan militer Myanmar mengintensifkan penindakan keras terhadap pengunjuk rasa. Schraner Burgener memberitahu 15 negara anggota dewan, militer Myanmar yang merebut kekuasaan pada 1 Februari lalu tidak mampu mengelola negara.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement